Dituangkan dalam IbM Rabies
Oleh Stikes Majapahit Singaraja (Bungkulan)
Penyakit anjing gila (rabies) adalah suatu penyakit menular yang menyerang susunan syaraf pusat, yang disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas termasuk manusia. Rabies menjangkiti lebih dari 150 negara di seluruh dunia. Diperkirakan lebih dari 55000 orang meninggal akibat rabies per tahunnya. Di Indonesia, beberapa daerah provinsi dilanda penyebaran rabies dengan tingkat yang mencengangkan. Satu diantaranya adalah provinsi Bali. Upaya untuk menangkis penyebaran rabies di Bali sangat penting karena Bali merupakan destinasi pariwisata dunia. Berbagai upaya untuk menanggulangi rabies telah banyak dilakukan, yaitu melalui, (1) vaksinasi Var terhadap anjing, (2) eleminasi anjing liar, (3) pengawasan terhadap lalu lintas hewan, terutama anjing dan kucing ke wilayah yang belum terindikasi rabies, (4) pembuatan posko pengaduan bagi mereka yang tergigit anjing. Namun upaya yang dilakukan itu belum mampu membendung penyebaran rabies di tanah air, terutama di Bali. Saat ini sudah dilakukan vaksinasi anjing sekitar 360.000 ekor dari perkiraan 500.000 populasi anjing di Bali, namun jumlah desa dan penderita terus meningkat, sehingga perlu upaya baru untuk mengatasi penyebaran rabies lebih meluas, karena Bali sebagai sektor pariwisata dunia akan berakibat buruk pada pencitraan pariwisata Indonesia.
Upaya yang perlu digagas adalah dengan mengembangkan model pemberantasan Rabies berbasis desa Adat. Desa adat di Bali memiliki infrastruktur adat, yang terdiri dari elemen adat, aparat adat. Struktur desa adat di Bali dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, dari urutan, desa adat posisinya diatas banjar. Kekuasaan desa adat saat ini masih terbatas masalah kultural dan religi. Bali memiliki tatanan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal permukiman. Tidak hanya bentuk bangunannya saja yang khas, tetapi demikian pula halnya dengan pola desanya. Hampir semua desa memiliki pola yang jelas. Kejelasan pola yang dapat dilihat secara fisik adalah adanya batas-batas desa yang berupa elemen alami, serta memiliki kahyangan tiga/kahyangan desa di masing-masing kesatuan permukiman (desa).
Namun, demikian kekuatan desa adat di Bali mampu mengeleminir segala sesuatu yang terjadi desa Adat, selama ini peran desa adat masih terpinggirkan dalam mengatasi penyakit rabies. Oleh karena itu, perlu dilakukan penerapan model pemberantasan rabies berbasis desa adat di Bali, sehingga cita-cita membuat Bali bebas Rabies tahun 2012 bisa terwujud.
Di desa Sangsit merupakan masyarakat komunitas yang memiliki jumlah anjing yang banyak rata-rata tiap KK memiliki 1 ekor anjing, sehingga jumlah anjing sekitar 3000- ekor anjing, belum termasuk anjing yang diliarkan oleh pemiliknya.
Berbagai upaya upaya yang dilakukan dalam pencegahan rabies penyiapan SDM terlatih petugas kesehatan seluruh kabupaten kota, dan termasuk ke Desa Sangsit. Pelatihan penyuntikan vaksin yang efektif dan penyiapan sarana serta prasarana kesehatan. Namun kewaspadaan masyarakat Sangsit belum banyak Nampak nyata, hal ini terbukti bahwa masih banyak anjing belum diikat dengan kalung identitas sudah divaksin. Artinya penduduk sebagian belum sadar terhadap ancaman rabies.
Selain itu eliminasi anjing liar di Sangsit dan vaksinasi terhadap anjing peliharaan pun merupakan salah satu cara yang belum efektif untuk menanggulangi rabies di Desa Sangsit. Hingga tahun 2010 ini Pemprov Bali telah memvaksin 360.000 ekor anjing dari jumlah populasi yang diperkirakan mencapai 500.000. Dengan vaksinasi sebanyak 72 persen anjing ini 2,8 juta warga dari 4 juta warga Bali terlindungi. Vaksinasi anjing terus dilakukan di Bali, termasuk di Sangsit hingga target Bali bebas rabies pada 2012 tercapai. Dalam program penanggulangan ini tentu dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Sejauh ini Pemprov Bali telah menghabiskan dana sebesar Rp 38,4 miliar dan pemerintah pusat akan segera menggelontorkan dana Rp 15 miliar untuk mensukseskan program ini.
Tim penyusun proposal IbM menemukan bahwa warga di desa Sangsit Tindaka belum mengetahui cara pencegahan secara sistematis bila terjadi gigitan anjing maupun menghindari terjadinya gigitan anjing. Warga tidak memahami perawatan luka akibat gigitan. Setelah gigit warga Desa sangsit juga masih menganggap tidak berbahaya sehingga tidak dibawa ke puskesmas, atau kedokter terdekat.
Warga desa Sangsit belum sepenuhnya mengetahui tentang kebijakan pemerintah tentang penangan penyakit rabies secara terintegrasi dan pengendalian terpadu serta pembebasan rabies secara bertahap. Warga Desa Sangsit saat ini belum mengetahui adanya tim koordinasi rabies di tingkat daerah, belum tahu ada rabies center di rumah sakit daerah dan puskesmas untuk mencegah rabies pada manusia. Masyarakat Sangsit tidk sepuhnya mendukung kegiatan vaksinasi, eliminasi, dan karantina hewan.
Oleh karena itu, upaya terpadu harus lebih banyak ditempuh memberikan informasi tentang ancaman dan penanggulangan penyakit rabies di Desa Sangsit sebagai sebuah model pengabdian integrasi antara Pergutuan Tinggi dengan masyarakat desa Sangsit dengan menonjolkan nilai-nilai Desa Adat yang berlaku di Desa sangsit Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng. sehingga lebih tercipta masyarakat harmoni dan damai.
Tabel 1 Permasalahan, akar masalah dan solusi alternatif
Permasalahan | Akar masalah | Pendekatan pemecahan masalah (solusi) |
Warga desa Sangsit kurang antisipatif tentang cara pencegahan penyebaran rabies | Warga kurang tahu penyakit Rabies | Workshop cara-cara pencegahan Rabies |
Warga tidak memahami perawatan luka akibat gigitan | Warga kurang tahu dan kurang terampil mengatasi gigitan anjing. | Workshop perawatan luka akibat gigita anjing/kucing. |
Setelah gigit warga Desa sangsit juga masih menganggap tidak berbahaya sehingga tidak dibawa ke puskesmas, atau ke dokter terdekat. | Pemikiran warga kurang memahami dampak dari gigitan anjing rabies. | Workshop pencegahan rabies akibat gigita anjing/kucing. |
Warga desa Sangsit kurang mendukung kebijakan pemerintah tentang penangan penyakit rabies secara terintegrasi dan pengendalian terpadu. | Warga kurang memahami kebijakan pemerintah. | Ceramah tentang kebijakan pemerintah terhadap penangan rabies. |
Masyarakat Sangsit kurang berpartisipasi terhadap kegiatan vaksinasi, eliminasi, dan karantina hewan. | Warga masih banyak yang percaya bahwa njing Bali kebal terhadap rabies. | 1. Workshop tentang kegiatan vasinasi 2. Pengadaan vaksinasi massal. |
Dibimbing oleh: Dr. I Nyoman Tika, M.Si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon dukungan dan Komentarnya...