Kamis, 05 Mei 2011

Analisis Asam Cuka Perdagangan


Pembuatan Larutan Standar NaOH dan H2C2O4
Untuk mentitrasi asam cuka (CH3COOH) digunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai titran. Larutan NaOH ini dibuat dengan melarutkan sebanyak 4 gram padatan NaOH menjadi 1000 mL larutan. Massa NaOH yang diperlukan untuk membuat larutan 0.1 N diketahui dari perhitungan berikut :
Konsentrasi NaOH     = 0,1 N = 0,1 M (karena NaOH merupakan basa valensi 1)
Volume larutan yang dibuat   = 1 L
Massa molar NaOH                = 40 gram/mol
Massa NaOH                          = mol x massa molar
                                                = Volume x Molaritas x massa molar
                                                = 1 L x 0, 1 mol/L x 40 gram/mol
                                                = 4 gram
Sebelum digunakan untuk mentitrasi asam cuka, larutan NaOH ini distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan zat yang mudah terkontaminasi, bersifat higroskopis sehingga mudah menarik uap air dari udara dan juga mudah bereaksi dengan CO2 dalam udara. Di mana pada kedua proses ini menyebabkan penimbangan sejumlah tertentu NaOH tidak akan memberikan kepastian massa yang sesungguhnya, karena jumlah air dan CO2 yang diserap oleh NaOH tidak diketahui dengan pasti. Hal ini mengakibatkan kensentrasi NaOH yang dihasilkan juga tidak tepat. Dengan demikian apabila menggunakan NaOH sebagai pereaksi dalam suatu titrasi maka zat tersebut harus distandarisasi sebelumnya.
Untuk menstandarisasi larutan NaOH ini digunakan larutan asam oksalat 0,1N, larutan ini digunakan sebagai larutan standar primer karena larutan ini tidak bersifat higroskopis dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam penimbangan zat.
Pembuatan larutan standar H2C2O4 0,1 N dilakukan dengan melarutkan 0,6303 gram kristal H2C2O4 menjadi 100 mL. Penentuan massa H2C2O4 yang akan digunakan dalam pembuatan larutan H2C2O4 0,1 N sesuai perhitungan berikut :
Konsentrasi H2C2O4 = 0,1 N = 0,05 M (karena H2C2O4 merupakan asam valensi 2)
Volume larutan yang dibuat   = 100 mL
Massa molar H2C2O4               = 126,07gram/mol
Massa H2C2O4                         = mol x massa molar
                                                = Volume x Molaritas x massa molar
                                                = 0,1 L x 0, 05 mol/L x 126,07 gram/mol
                                                = 0,6303 gram
Standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan titrasi menggunakan indikator fenolftalein (trayek pHnya 8,2-10). Pemilihan indikator felnolftalein karena pada standarisasi ini merupakan titrasi asam lemah (H2C2O4) dan basa kuat (NaOH) sehingga titik ekivalennya diatas 7 dan berada pada trayek indikator fenolftalein.
Pada standarisasi ini NaOH digunakan sebagai titran sementara asam oksalatnya sebagai titrat karena mengingat indikator yang digunakan adalah fenolftalein sehingga ketika PP ditambahkan pada asam oksalat, akan menunjukkan warna bening. Ketika pada titik ekivalen, akan terjadi perubahan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat yang digunakan sebagai titran dan NaOH sebagai titrat maka akan terjadi perubahan warna dari merah muda ke bening. Pada dasarnya, perubahan warna dari bening ke merah muda lebih mudah diamati daripada perubahan warna dari merah muda ke bening. Dan juga penggunaan asam oksalat sebagai titran kemungkinan besar akan menyebabkan kesalahan titrasi yang besar karena terjadi kelebihan penambahan titran hingga melewati titik ekivalen. Kelebihan titran ini disebabkan karena kesulitan mengamati perubahan warna dari merah muda ke bening.
Asam oksalat kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan PP menghasilkan larutan bening. NaOH ditempatkan sebagai titran karena pada saat terjadi titk ekivalen lebih mudah diamati yaitu dengan berubahnya warna larutan dari bening menjadi merah muda. Jika asam oksalat ditempatkan sebagai titran maka kita akan sulit menentukan titik akhir titrasinya karena akan sangat sulit mengamati perubahan warna dari merah muda menjadi bening.

Standarisasi NaOH dengan Menggunakan H2C2O4
Berdasarkan data percobaan yang kami lakukan, data volume titran yang didapatkan pada proses standarisasi yaitu 10,20 mL, 10,35 mL, 10,22 mL, dimana rata-rata volume titran adalah 10,26 mL. Menurut kajian tipe kesalahan statistik, data yang kami dapatkan termasuk tidak tepat dan tidak teliti. Hal ini dikarenakan data volume titran yang didapatkan memiliki kedapatulangan rendah (kesalahan acak besar) hanya berkisar 10,20 mL sampai 10,35 mL sehingga data tersebut tidak tepat. Kemudian rata-rata yabg didapatkan adalah 10,067 mL berarti data tidak teliti karena nilai rata-rata percobaan jauh dengan nilai rata-rata teoritis yaitu 10,00 mL.
Dari titrasi yang telah dilakukan diperoleh rata-rata volume NaOH yang digunakan dalam titrasi dengan 10 mL H2C2O4 0,1 N adalah 10,26 mL. Dengan demikian dapat dihitung konsentrasi NaOH sesuai perhitungan berikut :
Volume NaOH (V1)                = 10,26 mL
Volume  H2C2O4 (V2)             = 10 mL
Normalitas H2C2O4 (N2)         = 0,1 N
                                  V1 x N1 = V2 x N2
 N1 = V2 x N2 /V1 = 10 mL x 0,1 N / 10,26 mL = 0,097 N

Pengkonversian Kadar Asam Cuka Menjadi Normalitas
Untuk menganalisis asam cuka dalam cuka perdagangan dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini merupakan titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk mentitrasi asam bebas. Dalam titrasi ini digunakan buret yang berukuran 25 mL dengan tingkat ketelitian 0,05 mL. Set alat titrasi ditunjukkan pada Gambar 02.

Terlebih dahulu perlu ditentukan perkiraan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi tersebut. Pada label asam cuka yang digunakan tercantum kadar asam cuka 25%. Persen yang dimaksud adalah persen berat/volum (b/v). Dalam perhitunngan diasumsikan  (massa jenis)  asam cuka perdagangan tersebut = 1 gram/mL. Konsentrasi asam cuka dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut.
M = [rho (gram/mL)x kadar zat x 1000mL/L] / Massa molar (gram/mol)
    = [1 grma/mL x 25/100 x 1000 mL/L] / 60 gram / mol
    = [ 1 x 25/100 x 1000 mL/L] / 60
    =  4,17 mol/L = 4,17 M
N = M x n = 4,71 M x 1 = 4,71 N
Karena dalam titrasi ini, digunakan standar NaOH yang konsentrasinya + 0,1 N sehingga larutan asam cuka ini perlu diencerkan terlebih dahulu agar konsentrasinya menjadi + 0,1 N. Dalam percobaan ini dilakukan 40 kali pengenceran asam cuka (dari volume 25 mL menjadi 1000 mL).   

Titrasi Asam Cuka Dengan NaOH
Titrasi asam cuka ini dilakukan pada konsentrasi  + 0,1 N. Hal ini bertujuan untuk mengefisienkan NaOH yang akan digunakan sebagai penitrasi. Sehingga larutan asam cuka perdagangan  ini (yang konsentrasinya  + 4,17 M) diencerkan terlebih dahulu. Pada pengenceran ini, dilakukan pengenceran sebanyak 40 kali, di mana sebanyak 25 mL larutan asam cuka perdagangan diencerkan menjadi 1000 mL. Pada proses titrasi ini digunakan indikator phenolptalein (PP) dengan trayek pH 8,2 – 10 dimana berwarna bening pada kondisi asam dan merah pada kondisi basa. Alasan digunakan indikator PP dapat dilihat dalam perhitungan berikut.
a.       Pada titik awal, larutan hanya mengandung asam lemah dan pH larutan diturunkan dari konstanta disosiasi asam (Ka) dan konsentrasinya. Ka = 1,75 x 105
[H+] = akar Ka x Ca
pH   = - log akar Ka x Ca
pH   = - log akar 1,75 x 10-5x 0,1 = -log 1,32 x 10-3 = 2,88
b.      Setelah penambahan titran sampai sebelum titik ekivalen, sistem larutan adalah buffer dan pH larutan dihitung dari konsentrasi asam sisa dan garam yang terbentuk.
pH = pKa + logCg/Ca
Misalkan telah ditambahkan 9,000 mL NaOH, sehingga konsentrasi asam lemah sisa dan garam yang terbentuk masing-masing adalah 0,1/19 M dan 9,9/19 M.
pH = 4,76 + log 9/1 = 5,71
c.       Pada saat titik ekivalen, larutan yang terbentuk adalah suatu garam yang terhidrolisis, sehingga pH larutan dihitung dari garam yang terbentuk.
pOH = ½ pKw – ½ pKa – ½ log Cg
Pada saat titik ekivalen telah ditambahkan 10,000 mL NaOH, sehingga konsentrasi garam yang terbentuk 1/20 mL.
pH = 7 + 2,38 + (-0,65) = 8,73
d.      Setelah titik ekivalen, sistem larutan yang terbentuk menjadi basa kuat dan pH dihitung dari sisa basa kuat.
pOH = - log [OH-]
Misalkan telah ditambahkan 10,100 mL NaOH, sehingga konsentrasi NaOH sisa adalah 0,01/20,100 M.
pOH = - log 0,01/20,100 = 3,30
pH = 10,7
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa pH pada titik ekivalen adalah 8,73. Kelebihan penambahan 1 tetes titran hanya akan memberikan pH di bawah 10,7 berarti masih pada trayek pH PP. Oleh karena itu penggunaan indikator fenolftalein pada percobaan ini sudah tepat karena pada titik ekivalen terletak pada trayek pH PP>
Dalam titrasi ini, titrasi dihentikan ketika warna titrat (pada labu erlenmeyer) menunjukkan perubahan warna dari bening  menjadi merah, di mana warna merah tersebut tetap bertahan selama lebih dari 30 detik ataupun ketika dikocok. Warna titrat saat titrasi dihentikan ditunjukkan pada Gambar 03.

Penentuan Kadar Asam Cuka
Berdasarkan data percobaan yang kami lakukan, data volume titran yang didapatkan yaitu 10,050 mL, 10,050 mL, dan 10,100 mL, di mana rata-rata volume titran yang digunakan adalah 10,067 mL. Menurut kajian tipe kesalahan statistik, data yang kami dapatkan termasuk tepat dan teliti. Hal ini dikarenakan data volume titran yang didapatkan memiliki kedapatulangan tinggi yaitu hanya berkisar antara 10,050 mL sampai 10,100 mL sehingga data tersebut dapat dikategorikan tepat. Kemudian rata-rata yang didapatkan adalah 10,067 mL berarti data teliti karena nilai rata-rata percobaan sangat dekat dengan nilai rata-rata teoritis yaitu 10,000 mL.
Penentuan konsentrasi asam cuka perdagangan.
V NaOH = 10,067 mL
N NaOH = 0,097 N
V CH3COOH= 10,067 mL
N CH3COOH= .............?
            V NaOH . N NaOH = V CH3COOH . N CH3COOH
            10,067 mL x 0,097 N = 10,067 mL x N CH3COOH
            N CH3COOH = 0,0977 N = 0,0977 M.
Molaritas CH3COOH = 40 x 0,0977 M = 3,9080 M
Gram CH3COOH = 3,9080 mmol/mL x 60 mg/mmol = 234,5 mg/mL = 0,234 gr/mL
Persentase CH3COOH (b/v) = 0,234 x 100% = 23,4%.

SIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan maka dapat ditarik kesmpulan sebagai berikut:
1.      Prosedur percobaan sederhana  penentuan kadar asam cuka dalam cuka perdagangan adalah:
a.       Ditentukan konsentrasi asam cuka yang akan dititrasi dengan mengkonversi % asam cuka dari label botol kemasan kedalam normalitas (N). Apabila tidak sesuai dengan konsentrasi titran (konsentrasi asam cuka terlalu tinggi) bisa dilakukan pengenceran sehingga didapat konsentrasi 0,1 N.
b.      Dibuat larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 N.
c.       Dibuat larutan standar Asam Oksalat (H2C2O4) dengan konsentrasi 0,1 N.
d.      Terlebih dahulu NaOH 0,1 N distandardisasi dengan H2C2O4 0,1 N. Asam oksalat sebagai titrat, sedangkan NaOH sebagai titran. Indikator yang digunakan dalam titrasi adalah indikator fenolftalein (PP). Konsentrasi NaOH hasil standarisasi dihitung.
e.       Dengan menggunakan pipet volume, dipipet 10 mL larutan asam cuka (yang telah dititrasi) dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
f.       Ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolptalein.
g.      Dimasukkan larutan NaOH yang telah distandarisasi sebagai zat peniter (titran) ke dalam buret.
h.      Sambil menggoyang-goyangkan labu, diteteskan sedikit demi sedikit larutan NaOH ke dalam labu erlenmeyer dan diamati perubahan warna dari indikator.
i.        Titrasi dihentikan ketika titik akhir titrasi dicapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator dari tidak berwarna menjadi merah, pada keadaan netral atau kelebihan sedikit basa.
j.        Diulangi titrasi minimal sebanyak 3 kali.
2. Kadar asam cuka dalam cuka perdagangan yang didapatkan melalui percobaan adalah 23,4 %.

JAWABAN PERTANYAAN
1.      Kami tidak yakin dengan kadar asam cuka yang tertera pada label cuka perdagangan. Oleh karena itu maka kami melakukan analisis asam cuka dalam cuka perdagangan secara titrimetri.
2.      Konsentrasi larutan standar basa yang perlu disiapkan jika kadar asam asetat pada cuka sekitar 10% adalah 0,1 N. Perhitungannya adalah sebagai berikut.
M = [rho (gram/mL)x kadar zat x 1000mL/L] / Massa molar (gram/mol)
    = [1 grma/mL x 10/100 x 1000 mL/L] / 60 gram / mol
    = [ 1 x 10/100 x 1000 mL/L] / 60
      =  1,17 mol/L = 1,17 M
N = M x n = 1,17 M x 1 = 1,17 N
Larutan kemudian diencerkan 20 kali sehingga diperoleh  konsentrasi asam cuka + 0,1 N. Fungsi pengenceran ini adalah untuk meminimalisir jumlah titran yang akan digunakan dalam titrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dukungan dan Komentarnya...