Kamis, 26 Mei 2011

EKSISTENSI FORMALIN DAN BAHAYANYA

Oleh : I Wayan Redhana
Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, IKIP Negeri Singaraja

Temuan Formalin pada Makanan
Pada akhir tahun 2005, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh berita formalin yang ditemukan dalam makanan. Kita sangat sedih dan kecewa mendengarnya karena orang-orang begitu tega menggunakan formalin sebagai pengawet makanan. Padahal, kita ketahui bersama bahwa formalin umumnya digunakan sebagai pengawet mayat untuk mencegah terjadinya pembusukan karena formalin dapat membunuh mikroorganisme. Pertanyaan yang muncul adalah siapa yang mengawasi penggunaan formalin ini? Mengapa penggunaan formalin dalam makanan bisa luput dari pengawasan instansi yang berwenang. Lebih parah lagi, instansi-instansi pemerintah langsung saling tuding pihak mana yang bertanggung jawab atas masalah ini. Sayangnya, makanan berformalin masih banyak dibeli lantaran ketidaktahuan konsumen. Sebagian pembeli juga ingin mendapatkan produk yang awet dengan harga murah. Terlepas dari semua itu, makalah ini tidak bermaksud mengungkap siapa yang bertanggung jawab pada kasus ini, yang penting adalah bagaimana kita sebagai masyarakat mempunyai wawasan tentang dampak formalin terhadap kesehatan manusia sehingga kita lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Untuk dapat memilih makanan mana yang berformalin dan makanan mana yang tidak, bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah.
Untuk dapat memberikan gambaran tentang banyaknya penggunaan formalin dalam makanan, berikut akan disajikan beberapa contoh hasil temuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan beberapa peneliti lainnya. Di Jakarta, makanan dengan kadar formalin tinggi ditemukan di 50 pasar tradisional. Hasil uji laboratorium BPOM tersebut memastikan bahwa 56 jenis makanan mengandung formalin tinggi yang sering dimakan oleh masyarakat ibu kota. Sampel ikan asin dari Pasar Jatinegara (Jaktim), Pasar Kebayoran Lama (Jaksel), dan Pasar Kramat Jati masing-masing mengandung formalin 2,36, 48,47, dan 107,98 mg/kg. BPOM Medan pada tanggal 29 Desember 2005 melaporkan bahwa untuk wilayah medan, 45% mi basah dan 30% bakso mengandung formalin dan boraks. Di Surabaya, dari 91 contoh makanan olahan yang di jual di pasaran, sebanyak 24 di antaranya positif mengandung formalin. Di Malang, dari 10 jenis makanan yang diteliti, yaitu sari kelapa, saos, snack jagung, sari apel, petis, dan terasi petis semuanya positif mengandung formalin. BPOM Makasar melaporkan bahwa mi basah, bakso, tahu, dan ikan asin dari 117 sampel yang diperiksa, semuanya dinyatakan tidak memenuhi syarat karena mengandung boraks dan formalin. Laporan BPOM Jawa Barat tahun 2002 menunjukkan bahwa 29 sampel mi basah yang dijual di pasar dan supermarket Jawa Barat, ditemukan 6,9% mengandung boraks, 3,45% mengandung formalin, dan 75,8% mengandung formalin dan boraks. Hanya empat sampel yang dinyatakan aman dari formalin dan boraks.
Penelitian yang dilakukan oleh Mena (1994) menunjukkan bahwa tahu yang beredar di pasar tradisional Jakarta 70% mengandung formalin dengan kadar 4,08 – 85,69 ppm. Penelitian Tresniani (2003) menunjukkan bahwa di kota Tangerang terdapat 20 industri tahu yang terdiri dari 11 industri yang memproduksi tahu kuning dan 9 industri yang memproduksi tahu putih. Kandungan formalin dalam tahu berkisar antara 2 – 666 ppm. Penelitian yang dilakukan oleh Melawati (2004) terhadap lima sampel tahu Sumedang yang diambil langsung dari produsen tahu semuanya menunjukkan hasil negatif atau tidak mengandung formalin karena tahu ini habis terjual dalam waktu satu hari.
Ikan asin pun tidak luput dari formalin. Pengawetan ikan sebelumnya menggunakan garam dan penjemuran. Dengan cara ini ternyata hanya menghasilkan rendemen kurang dari separuh (kurang lebih 40%) karena menguapnya air. Kehilangan massa 60% sangat merugikan petani karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan, rendemen bisa mencapai 75%. Selesih 35% tersebut sangat dikejar oleh petani.
            Penggunaan formalin dalam pengawetan ikan memang mengurangi biaya operasional karena harga formalin hanya Rp 7.000 per liter. Setelah diencerkan dengan air, satu liter formalin ternyata cukup untuk mengawetkan 10 ton ikan hasil tangkapan. Padahal, jika menggunakan es balok, butuh sekitar 350 buah es balok (Rp 7.500 per balok) seharga Rp 2,63 juta. Sangat jauh selisih biayanya. Itu sebabnya petani lebih suka menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan. Mereka tidak peduli dampak obat berbahaya tersebut terhadap kesehatan konsumen atau mungkin saja mereka tidak mengetahui dampak yang ditimbulkannya.
            Isu penggunaan formalin tentu saja sangat meresahkan masyarakat. Bahan tersebut jelas bukan merupakan bahan tambahan pangan (BTP, food additives) sehingga dilarang penggunaannya dalam makanan apapun karena bersifat racun, jika dikonsumsi. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan sebenarnya sudah dilarang dengan tegas oleh pemerintah. Dasar hukum pelarangan penggunaan formalin dalam makanan di antaranya: UU No. 7/1996 tentang Pangan dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999. Produsen yang menggunakan formalin dalam makanan dapat diancam hukuman penjara dan denda sampai Rp 1 miliar.
            Adanya formalin dalam makanan sebenarnya sudah lama diketahui, yaitu sejak 25 tahun yang lalu. Namun, temuan-temuan itu tidak ada yang serius menindaklanjuti termasuk tidak direspon oleh pemerintah. Tetapi masalah klasik tersebut kembali menjadi pembicaraan akhir-akhir ini karena temuan BPOM. Fakta ini lebih menyadarkan masyarakat bahwa selama ini terdapat bahaya formalin yang mengancam kesehatan yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari. Mungkin tubuh kita semua pernah dimasuki formalin, tanpa kita sadar. Bagaimana tidak? Bahan kimia berbahaya tersebut, kini hampir ada di setiap jenis makanan yang biasa kita santap sehari-hari. Tahu, mi basah, kwetiau, bakso, ikan asin, cumi-cumi, ikan segar, dan ayam adalah sebagian jenis makanan yang ditemukan mengandung formalin berkadar tinggi.
Makanan berformalin secara sederhana dapat dibedakan sebagai berikut. Makanan berformalin biasanya tidak dihinggapi oleh lalat dan lebih kaku daripada makanan tanpa formalin. Cara lain untuk membedakan adalah bahan makanan/makanan, misalnya ikan, sebagian kecil dibiarkan di tempat terbuka kurang lebih 24 jam, jika tercium bau busuk dan ketika ditekan sangat lembek, maka bahan makanan/makanan tersebut berasal dari bahan makanan/makanan yang segar. Sebaliknya, jika bahan makanan/makanan tersebut tidak menimbulkan bau busuk atau tidak lembek, maka bahan makanan/makanan tersebut patut dicurigai mengandung formalin. Para produsen membubuhkan formalin biasanya dalam kadar minimal sehingga konsumen pada umumnya bingung membedakannya dari bahan makanan/makanan segar. Kita juga harus berhati-hati jika menemui ayam atau daging yang dijual dengan harga relatif jauh lebih murah daripada harga pasaran.

Apa itu Formalin?
Formalin adalah larutan jenuh formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan zat lain, kebanyakan metanol. Umumnya, formalin merupakan larutan 37% massa (40% volume) formaldehid (HCHO, Gambar 1), 6-13% metanol, dan sisanya air. Kandungan metanol dalam larutan formaldehid berfungsi untuk menstabilkan formaldehid yang secara kimia tidak stabil.
Gambar 1. Struktur Formaldehid
Formaldehid merupakan zat yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan dengan kadar formaldehid 40, 30, 20, dan 10% serta dalam bentuk tablet yang massanya masing-masing 5 gram. Pada makalah ini, istilah formalin tetap digunakan walaupun konsentrasi larutan formaldehid tidak sama dengan 40%. Istilah formalin akan sering dipertukarkan dengan istilah formaldehid pada makalah ini.
Nama lain dari formaldehid adalah antara lain: formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formatith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan dengan kandungan formaldehid 10-40%.

Penggunaan Formalin
Penggunaan formalin dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak. Formalin merupakan zat anti bakteri atau pembunuh kuman yang banyak digunakan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat, dan beberapa serangga lainnya. Di dunia fotografi, formaldehid biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Pupuk ureapun dibuat dari formalin. Kegunaan lainnya adalah sebagai bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku, dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga digunakan untuk mencegah korosi di sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produksi kayu lapis (playwood). Pada konsentrasi rendah, kurang dari 1%, formalin digunakan sebagai cairan pencuci piring, perawat sepatu, shampo mobil dan karpet.
            Di industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup pada sisik ikan. Formalin sangat efektif untuk pengobatan penyakit ikan, seperti fluke dan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada akibat penyakitnya. Sementara di dunia kedokteran, formalin digunakan untuk mengawetkan mayat manusia untuk keperluan penelitian mahasiswa kedokteran. Untuk pengawetan ini biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10%.
Formalin dipakai dalam pembuatan beberapa produk, seperti plastik, karena dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Formalin juga digunakan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, dan cermin kaca. Selain itu, Formalin juga dipakai untuk pembuatan produk rumah tangga, seperti piring, gelas, dan mangkok yang berasal dari plastik atau melamin.

Bahaya Formalin
            Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), secara umum nilai ambang batas aman formaldehid dalam tubuh manusia adalah 1 mg per liter (1 ppm). IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, dan WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi.
            Bila formaldehid masuk ke dalam tubuh manusia melebihi nilai ambang batas dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan adalah antara lain bersin, iritasi pada tonsil dan tenggorokan, sakit dada, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare, muntah, sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, gangguan peredaran darah, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi, dan kanker. Selain itu, formaldehid juga dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal. Efek dari formalin tidak dirasakan segera, tetapi akan terasa beberapa tahun kemudian. Konsumsi formaldehid pada dosis tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian.
            Formaldehid dapat membunuh jaringan sel dengan mendehidrasi sel jaringan dan mengubah cairan normal dalam sel menjadi cairan seperti gel. Terjadinya cairan seperti gel ini disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa berbasis formaldehid. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan pada struktur sel. Ini merupakan sifat koagulasi dari formaldehid. Sel jaringan tersusun dari protoplasma yang mengandung air dan sejumlah senyawa-senyawa kimia. Masuknya formaldehid ke dalam sel jaringan akan “mengeringkan” protoplasma dan merusak sel. Formaldehid ini merupakan zat yang dapat menembus sel dengan mudah.
Formaldehid dalam tubuh dapat bereaksi dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel. Formaldehid dapat membentuk ikat silang antara molekul-molekul polipeptida di dalam tubuh sehingga menyebabkan protein-protein yang berperan penting, terutama enzim-enzim, menjadi berubah konformasinya. Hal ini menyebabkan kelarutan protein menjadi berkurang (protein terkoagulasi). Akibatnya, proses-proses metabolisme akan terganggu yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi sel. Formaldehid juga dapat membentuk ikat silang pada protein histon. Protein histon adalah protein yang terdapat dalam kromosom dan dililit oleh molekul DNA. Perubahan struktur pada protein histon akan mengubah struktur DNA sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada saat replikasi. Demikian juga pada saat transkripsi yang dilanjutkan dengan translasi. Keadaan ini dapat menghasilkan protein yang tidak berfungsi sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Jika protein yang tidak berfungsi tersebut merupakan protein yang mengendalikan pembelahan sel, maka pembelahan sel menjadi tidak terkendali. Inilah yang menyebabkan kanker.
Pembentukan ikat silang oleh formaldehid tidak saja terjadi antara molekul-molekul protein di dalam tubuh manusia, tetapi dapat juga terjadi antara molekul-molekul protein dalam bahan pangan. Molekul-molekul protein dalam bahan pangan yang telah termodifikasi oleh formaldehid akan sulit dicerna oleh tubuh dan dapat menjadi senyawa yang bersifat toksik bagi tubuh.
Formaldehid juga mempunyai kemampuan untuk mendehidrasi molekul-molekul protein. Hal ini disebabkan oleh energi hidrasi molekul formaldehid lebih besar daripada energi hidrasi molekul protein. Molekul formaldehid dalam cairan tubuh manusia akan menarik molekul-molekul air yang mengelilingi molekul-molekul protein sehingga molekul-molekul protein mengalami perubahan konformasi yang menyebabkan molekul protein tersebut tidak berfungsi.
Formaldehid merupakan ligan yang kuat (donor elektron). Dengan demikian, formaldehid akan dapat mengikat (mengkhelat) ion-ion logam, seperti ion Fe2+, membentuk senyawa kompleks yang stabil. Beberapa ion-ion logam merupakan kofaktor bagi enzim. Akibatnya, enzim enzim menjadi tidak berfungsi tanpa kehadiran kofaktor yang selanjutnya dapat mengganggu proses metabolisme.
Bahaya formalin tidak saja disebabkan oleh formaldehid, tetapi juga oleh metanol yang sengaja ditambahkan ke dalam larutan formaldehid sebagai penstabil. Metanol (kebanyakan digunakan sebagai bahan bakar spritus) merupakan senyawa yang sangat toksik. Dalam tubuh manusia, tidak ada enzim yang dapat mendetoksifikasi metanol, beda halnya dengan etanol. Senyawa ini dapat mendenaturasi enzim-enzim yang berfungsi dalam metabolisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dukungan dan Komentarnya...