Rabu, 04 Agustus 2010

Kekerasan di Balik Gerakan "MAHASISWA"

Selama tahun 1998, kita menyaksikan meningkatnya millitansi gerakan mahasiswa. Dimulai dengan aksi-aksi protes, menyebar di berbagai daerah dengan tuntutan penegakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Puncaknya adalah pada bulan Mei, dimana pergerakan mahasiswa Indonesia berhasil menduduki gedung DPR/MPR dan berhasil memaksa turun Presiden Soeharto dari jabantannya.


Pada bulan september, aksi protes mahasiswa muncul kembali. Kali ini dengan tuntutan agar Soeharto diadili, dicabutnya dwi fungsi ABRI dan dibatalkannya sidang istimewa MPR. Pemerintahan Habibie menanggapi gelombang protes ini dengan kekerasan yang mengakibatkan terbunuhnya sejumlah mahasiswa di berbagai kota. Dimana tragedi terbesar saat itu yang masih kita peringati sampai sekarang adalah “Tragedi Semanggi” pada pertengahan bulan November. Langkah-langkah kekerasan yang dilakukan pemerintah terbukti tidak menyurutkan gerakan mahasiswa. Dengan memamfaatkan berbagai isu, hari besar nasional dan internasional, mahasiswa terus turun ke jalan.


Pemerintahan transisi yang baru yang terus menerus menjanjikan akan memperbaiki dirinya tidak berhasil meredam gerakan mahasiswa ini. Kekerasan aparat fan oknum yang terjadi justru melahirkan tuntutan baru yang semakin meluas, yaitu dihapuskannya kekerasan negara.


Memang kita tidak bisa menyangkal akan adanya kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah, terutama oleh oknum-oknum di lapangan yang menyebabkan terlukanya mahasiswa, bahkan sampai meninggal dunia. Namun di balik tindak kekerasan tersebut, beberapa sumber menyatakan bahwa kekerasan tidak akan terjadi jika mahasiswa tidak mendahului untuk bertindak keras, melemparkan batu dan bom monotov, merusak fasilitas umum, serta memamfaatkan situasi untuk menjarah barang yang bukan miliknya.

Yah, yang namanya provokator kan bisa saja ada di kedua belah pihak. Baik dari yang menuntut, ataupun dari yang mengamankan. Bedanya, yang mengamankan memiliki alat pengamanan yang mematikan dan tidak dimiliki oleh mahasiswa. Ke depannya, yang menjadi pertanyaan adalah apakah mahasiswa tetap akan melanjutkan pergerakan pendahulunya untuk merubah pemerintahan menjadi lebih baik?

Jika memang akan dilanjutkan, pertanyaan selanjutnya adalah apakah mahasiswa mampu membersihkan diri dari provokator saat demo, tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat, serta melakukan demo tanpa emosi? Jika jawaban dari pertanyaan itu bisa dilaksanakan dengan baik, maka pastilah pihak keamanan juga tidak akan melakukan tindakan kekerasan dalam mengamankan kegiatan demonstrasi mahasiswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dukungan dan Komentarnya...