Minyak atsiri sebagai bahan wewangian (parfum dan kosmetik “essence”), penyedap makanan (flavoring agent) dan obat-obatan (industri farmasi) telah lama dikenal. Minyak ini disebut juga dengan minyak terbang (volatil oil) atau minyak eteris. Melalui penelitian laboratorium sekarang telah banyak ditemukan tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri. Salah satu contohnya adalah tanaman cengkeh (Eugeina aromatica OK atau Syzigium aromaticum (L)).
Dengan kemajuan teknologi dalam dibidang minyak atsiri, usaha penggalian sumber-sumber minyak atsiri dan pendayagunaan dalam kehidupan manusia semakin meningkat. Di samping itu, pertambahan jumlah penduduk dunia dan meningkatnya pendapatan per kapita di berbagai negara menyebabkan bertambahnya kebutuhan akan minyak atsiri. Peningkatan kebutuhan tersebut akan diikuti dengan perkembangan harga yang semakin meningkat, diharapkan perkembangan pemasaran minyak atsiri mempunyai masa depan yang cukup bagus. Dengan kemajuan teknologi, telah ditemukan pula persenyawaan sintesis yang berbau wangi, yang merupakan saingan bagi minyak atsiri alamiah karena mempunyai harga yang relatif murah. Namun demikian minyak atsiri alamiah tetap akan lebih unggul, karena komponennya terdiri dari campuran berbagai persenyawaan yang disintesa secara alami sehingga menghasilkan bau khas wangi alamiah yang harmonis dan tidak dapat ditiru.
Tanaman cengkeh sering dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan tradisional dan upacara keagamaan, terutama di India dan Tiongkok. Kini pemanfaatannya beraneka macam, mulai digunakan sebagai rempah-rempahan, bahan campuran rokok kretek dan bahan pembuatan minyak cengkeh.
Bagian yang dapat menghasilkan minyak atsiri pada tanaman cengkeh adalah bunga, tangkai bunga dan daunnya. Tetapi bagian yang sering disuling adalah tangkai bunga dan daunnya, sedangkan bunganya langsung dimanfaatkan dalam keadaan kering. Minyak yang diperoleh dari daun cengkeh (Caryophylli folium) disebut minyak cengkeh (CLoveLeaf Oil).
Suatu masalah yang sering dihadapi dalam memproduksi minyak atsiri adalah cara yang harus ditempuh agar dapat diperoleh minyak atsiri dengan kualitas dan kuantitas yang optimal. Banyak cara yang telah dilakukan misalnya dengan melakukan perajangan terhadap bahan yang akan disuling. Perajangan terbukti dapat meningkatkan mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan.
Dari beberapa cara yang telah dicoba ternyata pemilihan metode penyulingan cukup mendapat perhatian. Pada proses pembuatan minyak atsiri khususnya, minyak cengkeh kadang-kadang menggunakan metode penyulingan air dan terkadang juga menggunakan penyulingan uap. Pada dasarnya kedua metode tersebut menerapkan prinsip yang sama yaitu bahan organik dari bahan suling akan membentuk campuran yang tidak saling melarutkan dengan cairan pengekstrak yaitu air. Hal ini penting untuk menghindari penguraian komponen minyak sebelum mencapai titik didihnya. Namun kedua metode tersebut akan memberikan interaksi yang berbeda antara bahan yang disuling dengan bahan pengekstrak.
Mutu minyak cengkeh ditentukan oleh komposisi kimianya. Komponen utama minyak cengkeh adalah eugenol yaitu sekitar 70-90 % dan merupakan cairan tak berwarna atau kuning pucat, bila kena cahaya matahari berubah menjadi coklat hitam yang berbau spesifik. Sebagai komponen tambahan adalah kariofilen oksida, metil-n-amil keton, metil alkohol, furtural, 2-heptanol, serta furturil alkohol. Walaupun keberadaannya sangat sedikit namun komponen tambahan ini sangat menentukan aroma minyak.
Eugenol merupakan zat cair berbentuk minyak dengan sifat fisika sebagai berikut : berwarna kekuning-kuningan, larut dalam alkohol, eter, kloroform, sukar larut dalam air, mempunyai titik didih 253oC pada 760 mmHg, berat jenisnya 1,0651 pada 25oC, indeks biasnya 1,5412 pada 20oC, dan mempunyai berat molekul 164,20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon dukungan dan Komentarnya...