Rabu, 20 April 2011

Asap Cair (Liquid smoke)


Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Girard, 1992). Sedangkan asap cair menurut Darmadji (1997), merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu.
Pirolisis merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku penghasil asap cair seperti kayu, cangkang sawit, tempurung kelapa dan sebagainya dengan adanya panas. Pirolisis dilakukan dalam suatu reaktor tertutup yang dipanaskan dibawahnya ataupun bahan langsung dibakar di dalamnya. Lama proses pirolisis ini tergantung dari banyaknya bahan baku yang digunakan, kelembaban bahan serta jenis bahan. Proses ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat, terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna hitam kecoklatan yang dikatakan sebagai asap cair serta bagian bawah yang berwarna hitam kental yang dikatakan sebagai tar. Selain itu, juga diperoleh residu berupa arang tempurung kelapa dan gas-gas yang tidak dapat terkondensasikan oleh pendingin. Sedangkan gas-gas yang dapat terkondensasikan akan mengembun setelah didinginkan dan menetes menjadi asap cair.
Komposisi asap yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis bahan dasar, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan. Bahan dari kayu yang keras memiliki kandungan selulosa dan hemiselulosa yang lebih tinggi dari pada kayu lunak (Yefrida, 2008). Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya, kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, kebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992).
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya kandungan senyawa asam, fenolat dan karbonil. Kandungan senyawa asam mempengaruhi pH asap cair, cita rasa dan umur simpanan produk awetan sekaligus berperan sebagai anti bakteri. Senyawa asam ini  merupakan hasil pirolisis dari selulosa.

Asap Cair Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung daging buah dan terletak di bagian dalam serabut dengan ketebalan berkisar 3-6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi memiliki kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa yang lebih rendah (Tilman, 1981).
Komposisi kimia dalam tempurung kelapa meliputi kadar fenol 5,13%; karbonil 13,28%; dan asam 11,39% (Darmadji, 2002). Senyawa yang paling menentukan aroma asap adalah fenol dengan titik didih sedang seperti siringol, isoguenol, dan metil guenol. Sedangkan fenol dengan titik didih rendah seperti guaiakol, metil guaiakol, dan etil guaiakol memiliki aroma yang tidak menyengat. Guaiakol memberikan rasa asap, sementara siringol memberikan aroma asap (Daun, 1979). Senyawa karbonil seperti aldehid dan keton mempunyai pengaruh utama pada warna. Warna pada bahan makanan yang diawetkan dengan asap terbentuk karena adanya interaksi antara senyawa karbonil dan gugus amino (Girard, 1992).
Yefrida (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa asap cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa memiliki pH 3,21. Hal ini menunjukkan asap cair yang dihasilkan bersifat asam. Sifat asam ini berasal dari senyawa-senyawa asam yang terkandung dalam asap cair terutama asam asetat dan juga kandungan asam lainnya. Selain itu, kadar fenol juga mempengaruhi pH dari asap cair karena fenol memiliki sifat asam yang merupakan pengaruh dari cincin aromatisnya.
Asap cair dari tempurung kelapa memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan dari limbah kayu suren maupun serabut kelapa. Yefrida (2008) juga menyatakan bahwa hasil karakterisasi asap cair tempurung kelapa yang telah dilakukan menunjukkan adanya kandungan senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) yang terbentuk selama proses pirolisis. Senyawa HPA yang terbentuk adalah benzopyrene. Kandungan senyawa benzopyrene dalam asap cair tempurung kelapa pada pembakaran dengan suhu 350 oC mencapai lebih dari 19 ppb (Maga, 1987).  Senyawa ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan memberikan perlakuan khusus pada adap cair sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang aman bagi kesehatan. Perlakuan yang dapat dilakukan adalah dengan cara pemurnian asap cair. Proses pemurnian akan menentukan jenis asap cair yang dihasilkan. Adapun jenis asap cair yang dihasilkan akan dibahas sebagai berikut.

.Asap Cair Grade 3
Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang dihasilkan dari pemurnian dengan metode destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan campuran dalam fasa cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam proses ini, asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukkan ke dalam tungku destilasi. Suhu pemanasan dijaga agar tetap konstan sehingga diperoleh destilat yang terbebas dari tar. Suhu proses destilasi ini adalah sekitar 150 oC. Asap cair yang dihasilkan dari proses ini memiliki ciri berwarna coklat pekat dan berbau tajam. Asap cair grade 3 diorientasikan untuk pengawetan karet.

Asap Cair Grade 2
Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang dihasilkan setelah melewati proses destilasi kemudian disaring dengan menggunakan zeolit. Proses penyaringan ini menyebabkan kandungan senyawa berbahaya seperti benzopyrene serta tar yang masih terdapat dalam asap cair teradsorbi oleh zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti daging, termasuk daging unggas dan ikan.

Asap Cair Grade 1
Asap cair grade 1 memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini merupakan hasil dari proses destilasi dan penyaringan dengan zeolit yang kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dengan karbon aktif. Asap cair jenis ini dapat digunakan untuk pengawetan bahan makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu dan sebagai penambah cita rasa pada makanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon dukungan dan Komentarnya...