Hai teman2.. yang satu ini berkaitan dengan bentuk2 reaksi nuklir. Tulisan aslinya yang ga kepotong dan lengkap dapat didownload disini.
Bentuk reaksi nuklir secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam reaksi fisi dan fusi. Reaksi-reaksi nuklir tergantung dari jenis nuklidanya, jenis partikel penembak, dan cara peluruhan dari nuklida yang terbentuk.
ØNuklida radioaktif yang mengalami reaksi nuklir dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok nuklir radioaktif alami dan buatan; nuklida radioaktif ringan dan berat.
ØPartikel penembak yang menyebabkan reaksi nuklir dapat berwujud partikel yang bermuatan, partikel yang tidak bermuatan, partikel berat, dan gelombang elektromagnet.
ØCara peluruhan nuklida radioaktif dapat berjalan secarabertahap dan tidak bertahap; secara berlanjut dan tidak berlanjut.
1 Reaksi Fisi
Reaksi fisi adalah suatu reaksi pembelahan nukleus atau reaksi yang menuju ke arah penurunan massa nukleus. Reaksi fisi terjadi bila energi potensial coulomb Vc > Qfis; yang mana Qfis adalah energi yang diperlukan atau diserap oleh sebuah nuklida untuk membelah nukleus atau menurunkan jumlah massa nukleusnya. Nuklida-nuklida yang dapat atau mudah mengalami reaksi fisi adalah nuklida yang memiliki bilangan hasil komparasi antara jumlah netron dan protonnya tidak sama dengan satu.
Perbedaan yang cukup besar antara bilangan hasil komparasi jumlah netron dengan proton dibandingkan dengan angka satu menyebabkan harga Vc >>> Qfis, sehingga reaksi fisi semakin mudah terjadi. Hasil reaksi fisi dapat berupa nuklida yang sama tetapi sifat dari nukleusnya baru atau nuklida baru yang disertai dengan timbulnya radiasi radioaktif dan pembebasan sejumlah energi Qfis. Pada umumnya, jenis radiasi yang menyertai peluruhan massa nuklida radioaktif yang terdapat di alam adalah radiasi alfa, beta, dan elektro capture.
Nuklida yang mudah ditemukan di alam yang memiliki hasil komparasi jumlah netron terhadap protonnya lebih besar dari satu sehingga dapat mengalami reaksi fisi antara lain isotop U-238, U-235, dan Th-232.
a.Reaksi Fisi Uranium
Uranium yang ada di alam terdiri dari tiga isotop nuklir yaitu isotop nuklida U-238 dengan kelimpahan 99,2%, nuklida U-235 dengan kelimpahan 0,7%, dan nuklida U-236 dengan kelimpahan 0,1%.
Misalnya, nuklida U-238 dapat meluruh membentuk nuklida Th-234 yang disertai dengan radiasi partikel He-4 yang memerlukan waktu paruh t1/2 = 4,47 x 109 tahun, dan persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
92U238 → 90Th234 + 2He4 + Qfis
Seterusnya nuklida Th-234 meluruh membentuk nuklida U-234 disertai dengan radiasi beta yang memiliki waktu paruh t1/2 = 241 hari, dan persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
90Th234 → 92U234 + 2 -1e0 + Qfis
Nuklida U-234 meluruh membentuk nuklida Th-230 disertai dengan radiasi partikel He-4 yang memakai waktu paruh t1/2 = 8,0 x 104 tahun, dan seterusnya sampai diperoleh nuklida yang benar-benar stabil.
b.Reaksi Fisi Thorium
Nuklida thorium yang ditemukan di alam adalah Th-232 dengan kelimpahan 100%. Nuklida Th-232 ini dapat meluruh membentuk nuklida Ra-228 yang disertai dengan radiasi partikel He-4 yang menggunakan waktu paruh t1/2 = 1,4 x 1010 tahun. Nuklida Ra-228 dengan mudah meluruh membentuk nuklida Ac-228 yang disertai radiasi beta dengan waktu paruh 5,76 tahun, selanjutnya nuklida Ac-228 meluruh menghasilkan nuklida Th-228 yang disertai dengan radiasi beta dalam waktu paruh 6,13 tahun, dan seterusnya sampai dihasilkan nuklida yang stabil.
2 Reaksi Fusi
Reaksi fusi adalah reaksi penggabungandua nuklida atau lebih yang menghasilkan nuklida yang sama dengan struktur nukleus yang baru atau nuklida yang benar-benar baru di samping sejumlah energi dan radiasi radioaktif. Agar dua nuklida atau lebih dapat saling berinteraksi, maka nuklida tersebut harus mampu mengatasi energi coulomb penghalang yang ada. Energi coulomb yang ada merupakan bentuk energi tolak menolak yang ditimbulkan oleh nukleon-nukleon yang bermuatan listrik positif yaitu proton yang ada di dalam dua nuklida atau lebih yang akan melakukan reaksi fusi.
Untuk mengatasi energi tolak menolak coulomb, maka nuklida-nuklida harus menyediakan energi awal yang besar yang antara lain dalam bentuk energi kinetik. Energi kinetik ini dapat diperoleh dari hasil pengubahan nergi potensial yang sebelumnya telah dimiliki, atau dari hasil menyerap sejumlah energi dari lingkungan. Besarnya energi kinetik yang dapat digunakan untuk mengatasi energi tolak menolak coulomb tersebut minimal 0,1 MeV. Apabila energi yang dilepaskan atau dibebaskan sewaktu reaksi fusi nuklir besarnya jauh lebih besar dari energi kinetiknya, maka secara akumulatif hasil reaksi fusi masih disertai dengan pembebasan energi sebesar Qfus.
Teknik yang digunakan untuk membantu terjadinya reaksi fusi antara dua nuklida atau lebih adalah dengan memberikan energi kinetik dengan cara menembakkan partikel nuklida satu ke nuklida yang lainnya. Misalnya, apabila dua nuklida H-2 saling bertabrakan akan terbentuk nuklida He-4 yang disertai dengan pembebasan sejumlah energi Qfus. Persamaan reaksi fusinya dapat dituliskan sebagai berikut:
1H2 + 1H2 → 2He4 + Qfus
Contoh lain adalah reaksi fusi nuklida Be-9 dan He-4 yang menghasilkan nuklida C-12 yang diikuti oleh radiasi partikel netron serta pembebasan sejumlah energi reaksi fusi nuklir Qfus. Persamaan reaksinya:
4Be9 + 2He4 → 6C12 + 0n1 + Qfus
3 Reaksi Nuklir dengan Ion Berat
Ion berat adalah ion yang bermassa lebih besar dari ion helium, contohnya ion-ion 3Li7(+3), 4Be9(+4), dan 6C12(+6). Sebutan ion dalam kimia dimaksudkan untuk menyatakan keberadaan partikel proton dalam sebuah nukleus.
Ion-ion berat seperti 6C12(+6) seterlah dipercepat lajunya sampai berenergi 100 MeV bila menembak nuklida yang sangat berat pun dapat menyebabkan terjadinya reaksi nuklir. Contoh, apabila yang ditembak dengan ion nukleus C(+6) itu adalah nuklida Cu-65, maka akan terbentuklah nuklida Br-74 yang disertai pemancaran 3 buah partikel netron dan sejumlah energi reaksi nuklir, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
6C12 + 29Cu65 → 35Br74 + 30n1 + Qf
Dengan menggunakan nuklida yang memiliki massa lebih tinggi dari ion nukleus C(+6) dan setelah diberi energi kinetik yang cukup besar maka dapat digunakan untuk merubah sifat nuklida-nuklida yang menjadi sasaran tembak dari non radioaktif menjadi radioaktif. Pada contoh di atas, nuklida yang bersifat radioaktif adalah nuklida 35Br74 dan dapat melakukan proses penangkapan elektron yang berenergi terendah yaitu elektron dari orbital K sehingga menurunkan jumlah muatan nukleusnya sebesar jumlah partikel elektron yang diserap dalam waktu paruh sekitar 25,3 menit. Persamaan reaksi penangkapan elektronnya sebagai berikut:
35Br74 + -1e0 → 34Se74 + 2gamma + Qf
4 Reaksi Aktivasi Netron
Radiasi netron dapat dihasilkan melalui proses fisi nuklida radioaktif yang dilakukan dalam reaktor atom atau generator Van de Graaf. Radiasi partikel netron tidak bermuatan listrik dan memiliki daya tembus besar. Radiasi netron yang dihasilkan dapat dibagi menjadi dua yaitu radiasi netron lambat dan radiasi netron cepat. Radiasi netron lambat yang juga disebut dengan netron termal sifatnya mudah ditangkap oleh nukleus suatu atom dan menghasilkan nukleus atom baru yang tidak stabil dan radioaktif. Sebaliknya, radiasi netron cepat lebih sulit ditangkap oleh suatu nuklida. Berdasarkan dari sifat radiasi netron lambat ini maka radiasi netron lambat dapat digunakan untuk membuat nuklida radioaktif dari nuklida yang tidak radioaktif.
5 Peluruhan Partikel Alfa dan Partikel Beta
ØPeluruhan Partikel Alfa
Nuklida-nuklida radioaktif yang memiliki jumlah massa yang terlalu besar dan hasil perbandingan antara jumlah netron dan protonnya jauh lebih besar dari angka satu, mempunyai kecenderungan menurunkan jumlah massa dan nilai hasil komparasi antara jumlah netron dan protonnya dengan cara memancarkan partikel alfa atau 2He4. Akibat teradiasikannya partikel alfa maka nuklida radioaktif tersebut dapat menurunkan jumlah massanya sebesar empat nukleon dalam satu kali radiasi. Hal ini terjadi karena energi yang diperlukan untuk memancarkan partikel alfa lebih rendah dibandingkan dengan memancarkan empat partikel nukleon secara bertahap. Partikel nukleon berat tersebut dapat berwujud proton dan netron. Energi peluruhan partikel alfa akan turun dengan bertambahnya jumlah massa nukleon (A) dan akan naik dengan bertambahnya jumlah muatan proton (Z).
Pada tahun 1906, Rutherford menunjukkan secara kualitatif hubungan antara energi radiasi partikel alfa dan waktu paruh nuklida radioaktif yang memancarkan partikel alfa tersebut. Bentuk hubungannya adalah semakin besar energi radiasi partikel alfanya maka semakin pendek waktu paruhnya. Bila energi radiasi partikel alfa semakin besar maka jarak tempuh radiasi partikel alfa yang disingkat R tersebut juga semakin jauh. Hubungan tidak langsung antara waktu paruh dan jarak tempuh radiasi partikel alfa dinyatakan dengan persamaan matematis berikut:
Dimana:
L = tetapan peluruhan nuklida radioaktif peluruh partikel alfa
R = jarak tempuh radiasi partikel alfa
a dan b = tetapan yang harganya tergantung pada jenis deret radioaktif
Waktu paruh (t1/2) peluruhan partikel alfa dapat ditentukan dengan penggunaan persamaan berikut:
Partikel alfa yang berenergi rendah dan bermuatan listrik dapat menembus penghalang potensial Coulomb yang ukurannya lebih tinggi yang besarnya sekitar 9 MeV. Menurut teori mekanika kuantum bahwa partikel alfa yang berenergi lebih rendah masih dapat menerobos potensial penghalang Coulomb yang ukurannya lebih tinggi dan keluar dari nukleus. Peristiwa ini dikenal sebagai “Tunneling Effect”. Kemungkinan terjadinya penembusan energi potensial penghalang ini menjadi kecil bila jumlah muatan proton (Z) bertambah, tetapi akan menjadi besar bila jumlah nukleon (A) bertambah. Dengan kata lain bila hasil komparasi antara jumlah netron dan proton sangat besar maka kecenderungan nuklida radioaktif berat meluruhkan partikel alfa sangat besar. Peluruhan partikel α selalu disertai pemancaran radiasi γ.
ØPeluruhan Partikel Beta
Nuklida-nuklida berat yang mempunyai nomor massa (A) ganjil dalam menuju ke keadaan stabil cenderung meluruhkan satu partikel beta, tetapi untuk nomor massa (A) genap lebih cenderung meluruhkan dua atau tiga partikel betanya. Untuk menuju ke keadaan nuklida yang stabil dapat dilakukan satu dari tiga tipe peluruhan partikel beta, yaitu peluruhan partikel beta yang bermuatan negatif, peluruhan beta yang bermuatan positif, dan penangkapan elektron. Suatu nuklida mempunyai nomor massa (A) yang netronnya lebih banyak daripada protonnya, sehingga ada kecenderungan mengubah netronnya. Misalnya, satu netron (0n1) diubah menjadi satu proton (+1p1), satu partikel beta (-1e0) dan satu anti neutrino (-1v). Akibat dari contoh proses ini, nomor nuklida (Z) akan bertambah dengan satu angka dan jumlah netron akan berkurang satu angka, dan nomor massa nuklida (A) tetap. Proses ini disebut proses peluruhan beta.
Apabila suatu nuklida berat yang bernomor massa (A) memiliki jumlah proton yang tidak jauh berbeda dengan netronnya, akan ada kecenderungan untuk mengubah protonnya. Sebagai contoh, bila yang diubah adalah satu proton menjadi netron dan satu partikel beta yang bermuatan positif (+1e0), satu massa neutrino yang bermuatan positif (+1v) dan satu netron. Akibat dari peristiwa ini yaitu nomor nuklidanya akan turun satu angka, jumlah netronnya bertambah satu angka, dan nomor massanya tetap. Proses peluruhan partikel beta yang bermuatan positif disebut proses peluruhan positron. Dampak dari peluruhan partikel positron atau beta positif ini akan diikuti oleh proses anhilasi atau penghilangan energi sebesar 1,02 MeV yang ekuivalen dengan dua kuanta radiasi gama. Ini terjadi karena partikel positron yang meluruh dari nuklida akan berinteraksi dan saling menetralkan dengan elektron yang mengorbit di luar nukleus.
Arah meluruhnya partikel beta yang bermuatan negatif dapat menuju ke nukleus dan berinteraksi dengan nukleon yang bermuatan positif atau proton. Dampak terjadinya interaksi antara satu proton dengan satu elektron adalah jumlah netron akan bertambah satu, jumlah proton berkurang satu, dan disertai pembebasan energi sebesar Eo. Besarnya energi Eo dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
yang mana E = mc2. Elektron yang mudah memasuki nukleus adalah elektron yang menempati orbital terdekat dengan nukleus yaitu elektron dari orbital K. Kekosongan elektron dari orbital K akan segera diisi oleh elektron yang berasal dari orbital diatasnya, misalnya oleh elektron dari orbital L. Perpindahan elektron dari orbital yang berenergi tinggi ke orbital yang berenergi rendah akan disertai dengan pembebasan sejumlah energi yang berwujud radiasi X.
Suatu nuklida berat lebih cenderung meluruhkan partikel beta daripada partikel proton dan netronnya. Ini disebabkan karena energi yang diperlukan untuk meluruhkan satu proton atau satu netron jauh lebih besar dibandingkan dengan meluruhkan satu partikel beta. Apabila nuklida berat meluruhkan satu partikel proton atau netron diperlukan energi sekitar 5 MeV s.d 8 MeV, dan bila meluruhkan satu partikel beta hanya diperlukan energi sebesar 0,51 MeV.
6 Transisi Radiasi Gama
Dalam peluruhan partikel alfa dan beta oleh nuklida radioaktif banyak menghasilkan nuklida-nuklida jenis baru yang ternyata masih dalam keadaan tereksitasi. Pengembalian keadaan tereksitasi ke keadaan tak tereksitasi atau ke keadaan tereksitasi dengan energi yang lebih rendah dapatdilakukan dengan tanpa mengubah jumlah proton (Z) dan nomor massa nuklida (A), dengan cara memancarkan radiasi gelombang elektromagnet. Radiasi gelombang elektromagnet ini merupakan radiasi gamma. Peristiwa radiasi gamma ini tidak saja menyertai peristiwa peluruhan partikel alfa dan beta, tetapi hampir selalu menyertai semua bentuk peluruhan yang terjadi pada nuklida-nuklida radioaktif.
Teman-teman, Berikut saya postingkan artikel tentang PLTN. Yang ini tanpa gambar, kalau ada yang mau fullnya, silahkan download disini
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom tersebut sehingga pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang.
Di samping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknik nuklir untuk non energi. Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman dan tidak mencemari lingkungan.
Pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersial sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER = PWR) yang setahun kemudian mencapai daya 5 Mwe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR + Reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 Mwe (Anonim, 2009).
Pada tahun 1997 di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara sedang berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit PLTN yang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18 % dari pasokan tenaga listrik dunia dengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 Mwe dan 36 unit PLTN sedang dalam tahap kontruksi di 18 negara.
PLTN adalah pembangkit listrik tenaga nuklir yang merupakan kumpulan mesin untuk pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan tenaga nuklir sebagai tenaga awalnya. Prinsip kerjanya seperti uap panas yang dihasilkan untuk menggerakkan mesin yang disebut turbin (Anonim, 2007).
Perbedaan Pembangkit Listrik Konvensional (PLK) dengan PLTN
Dalam pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran bahan fosil (minyak, batubara dan gas). Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin. Uap akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga akan dihasilkan tenaga listrik.
Pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, minyak dan gas mempunyai potensi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan. Dampak lingkungan akibat pembakaran bahan fosil tersebut dapat berupa CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur dioksida) dan NOx (nitrogen oksida), serta debu yang mengandung logam berat. Kekhawatiran terbesar dalam pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil adalah dapat menimbulkan hujan asam dan peningkatan pemanasan global.
PLTN beroperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang digunakan untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisi (uranium) dalam suatu reaktor nuklir. Tenaga panas tersebut digunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit uap (Steam Generator) dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan untuk menggerakkan turbin generator sebagai pembangkit tenaga listrik. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi.
Proses pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, NOx ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari (Wikipedia, 2009).
Prinsip Kerja PLTN
Perbedaan cara kerja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) ditunjukkan pada Gambar di atas. Pada PLTU, di dalam ketel uap (boiler) minyak atau batu bara dibakar untuk membangkitkan uap dengan temperatur dan tekanan tinggi, kemudian uap ini disalurkan ke turbin untuk membangkitkan tenaga listrik (Anonim, 2009).
Dalam hal pembangkitan listrik, PLTU dan PLTN mempunyai prinsip yang sama. Panas yang dihasilkan digunakan untuk membangkitkan uap dan kemudian uap disalurkan ke turbin untuk membangkitkan listrik. Yang berbeda dari kedua tipe pembangkit listrik ini adalah mesin pembangkit uapnya, yang satu berupa ketel uap dan yang lainnya berupa reaktor nuklir.
Dalam reaktor nuklir PLTN, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada pembangkitan uap tak langsung, pendingin reaktor (disebut pendingin primer) yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin sekunder dan membangkitkan uap (Wikipedia, 2009).
Konsep-Konsep Ilmu Pengembangan PLTN
§Tentang Fisika Nuklir
Panas yang digunakan untuk membangkitkan uap diproduksi sebagai hasil dari pembelahan inti atom yang dapat diuraikan sebagai berikut :
Apabila satu neutron (dihasilkan dari sumber neutron) tertangkap oleh satu inti atom uranium-235, inti atom ini akan terbelah menjadi 2 atau 3 bagian/fragmen. Sebagian dari energi yang semula mengikat fragmen-fragmen tersebut masing-masing dalam bentuk energi kinetik, sehingga mereka dapat bergerak dengan kecepatan tinggi. Oleh karena fragmen-fragmen itu berada di dalam struktur kristal uranium, mereka tidak dapat bergerak jauh dan gerakannya segera diperlambat.
Dalam proses perlambatan ini energi kinetik diubah menjadi panas (energi termal). Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa energi termal yang dihasilkan dari reaksi pembelahan 1 kg uranium-235 murni besarnya adalah 17 milyar kilo kalori, atau setara dengan energi termal yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2400 ton) batubara.
Selain fragmen-fragmen tersebut reaksi pembelahan menghasilkan pula 2 atau 3 neutron yang dilepaskan dengan kecepatan lebih besar dari 10.000 km per detik. Neutron-neutron ini disebut neutron cepat yang mampu bergerak bebas tanpa dirintangi oleh atom-atom uranium. Agar mudah ditangkap oleh inti atom uranium guna menghasilkan reaksi pembelahan, kecepatan neutron ini harus diperlambat. Zat yang dapat memperlambat kecepatan neutron disebut moderator.
Air Sebagai Pemerlambat Neutron (Moderator)
Seperti telah disebutkan di atas, panas yang dihasilkan dari reaksi pembelahan, oleh air yang bertekanan 160 atmosfir dan suhu 300 oC secara terus menerus dipompakan ke dalam reaktor melalui saluran pendingin reaktor. Air bersirkulasi dalam saluran pendingin ini tidak hanya berfungsi sebagai pendingin saja melainkan juga bertindak sebagai moderator, yaitu sebagai medium yang dapat memperlambat neutron. Neutron cepat akan kehilangan sebagian energinya selama menumbuk atom-atom hidrogen. Setelah kecepatan neutron turun sampai 2000 m per detik atau sama dengan kecepatan molekul gas pada suhu 300 oC, barulah ia mampu membelah inti atom uranium-235. Neutron yang telah diperlambat disebut neutron termal.
Reaksi Pembelahan Inti Berantai Terkendali
Untuk mendapatkan keluaran termal yang mantap, perlu dijamin agar banyaknya reaksi pembelahan inti yang terjadi dalam teras reaktor dipertahankan pada tingkat tetap, yaitu 2 atau 3 neutron yang dihasilkan dalam reaksi itu dan hanya satu yang dapat meneruskan reaksi pembelahan.
Neutron lainnya dapat lolos keluar reaktor, atau terserap oleh bahan lainnya tanpa menimbulkan reaksi pembelahan atau diserap oleh batang kendali. Batang kendali dibuat dari bahan-bahan yang dapat menyerap neutron, sehingga jumlah neutron yang menyebabkan reaksi pembelahan dapat dikendalikan dengan mengatur keluar atau masuknya batang kendali ke dalam teras reaktor.
Sehubungan dengan uraian di atas perlu digarisbawahi bahwa :
a. Reaksi pembelahan berantai hanya dimungkinkan apabila ada moderator.
b. Kandungan uranium-235 di dalam bahan bakar nuklir maksimum adalah 3,2 %.
Kandungan ini kecil sekali dan terdistribusi secara merata dalam isotop uranium-238, sehingga tidak mungkin terjadi reaksi pembelahan berantai secara tidak terkendali di dalamnya.
Radiasi dan Hasil Belahan
Fragmen-fragmen yang diproduksi selama reaksi pembelahan inti disebut hasil belahan, yang kebanyakan berupa atom-atom radioaktif seperti xenon-133, kripton-85 dan iodium-131. Zat radioaktif ini meluruh menjadi atom lain dengan memancarkan radiasi alpha, beta, gamma atau neutron (Wikipedia, 2009).
Selama proses peluruhan, radiasi yang dipancarkan dapat diserap oleh bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor, sehingga energi yang dilepaskan berubah menjadi panas. Panas ini disebut panas peluruhan yang akan terus diproduksi walaupun reaktor berhenti beroperasi. Oleh karena itu reaktor dilengkapi dengan suatu sistem pembuangan panas peluruhan. Selain hasil belahan, dalam reaktor dihasilkan pula bahan radioaktif lain sebagai hasil aktivitas neutron. Bahan radioaktif ini terjadi karena bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor (seperti kelongsongan atau bahan struktur) menangkap neutron sehingga berubah menjadi unsur lain yang bersifat radioaktif.
Radioaktif adalah sumber utama timbulnya bahaya dari suatu PLTN, oleh karena itu semua sistem pengamanan PLTN ditujukan untuk mencegah atau menghalangi terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan dengan aktivitas yang melampaui nilai batas ambang yang diizinkan menurut peraturan yang berlaku.
B.Tipe Reaktor PLTN
Pada umumnya tipe reaktor nuklir dalam PLTN dibedakan berdasarkan komposisi dan konstruksi dari bahan moderator neutron dan bahan pendingin yang digunakan sehingga digunakan sebutan seperti reaktor gas, reaktor air ringan,reaktor air berat (air ringan: H2O; air berat: D2O; D adalah salah satu isotop hidrogen, yaitu deuterium 2H1). Selain itu faktor kondisi air pendingin juga menjadi pertimbangan penggolongan tipe reaktor nuklir dalam PLTN. Jika air pendingin dalam kondisi mendidih disebut reaktor air didih, jika tak mendidih (atau tidak diizinkan mendidih, dengan memberi tekanan secukupnya pada pendingin) disebut reaktor air tekan. Reaktor nuklir dengan temperatur pendingin sangat tinggi (di atas 800 oC) disebut reaktor gas temperatur tinggi (Anonim, 2009).
Kecepatan neutron rata-rata dalam reaktor yang dihasilkan dari reaksi fisi juga dipakai untuk menggolongkan tipe reaktor. Berdasarkan kecepatan neutron rata-rata dalam teras, ada reaktor cepat dan reaktor termal (neutron dengan kecepatan relatif lambat sering disebut sebagai neutron termal).
Reaktor Air Ringan (Light Water Reactor, LWR)
Di antara PLTN yang masih beroperasi di dunia, 80 % adalah PLTN tipe Reaktor Air Ringan (LWR). Reaktor ini pada awalnya dirancang untuk tenaga penggerak kapal selam angkatan laut Amerika. Dengan modifikasi secukupnya dan peningkatan daya seperlunya kemudian digunakan dalam PLTN. PLTN tipe ini dengan daya terbesar yang masih beroperasi pada saat ini (tahun 2003) adalah PLTN Chooz dan Civaux di Perancis yang mempunyai daya 1500 MWe, dari kelas N-4 Perancis. Reaktor Air Ringan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu Reaktor Air Didih dan Reaktor Air Tekan (pendingin tidak mendidih), kedua golongan ini menggunakan air ringan sebagai bahan pendingin dan moderator (Wikipedia, 2009).
Pada tipe reaktor air ringan sebagai bahan bakar digunakan uranium dengan pengayaan rendah sekitar 2% - 4%; bukan uranium alam karena sifat air yang menyerap neutron.
Kemampuan air dalam memoderasi neutron (menurunkan kecepatan/energi neutron) sangat baik, maka jika digunakan dalam reaktor (sebagai moderator neutron dan pendingin) ukuran teras reaktor menjadi lebih kecil (kompak) bila dibandingkan dengan reaktor nuklir tipe reactor gas dan reaktor air berat.
a. Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR)
Pada PLTN tipe PWR, air sistem pendingin primer masuk ke dalam bejana tekan reactor pada tekanan tinggi dan temperatur lebih kurang 290oC. Air bertekanan dan bertemperatur tinggi ini bergerak pada sela-sela batang bahan bakar dalam perangkat bahan bakar ke arah atas teras sambil mengambil panas dari batang bahan bakar, sehingga temperaturnya naik menjadi sekitar 320oC. Air pendingin primer ini kemudian disalurkan ke perangkat pembangkit uap (lewat sisi dalam pipa pada perangkat pembangkit uap), di perangkat ini air pendingin primer memberikan energi panasnya ke air pendingin sekunder (yang ada di sisi luar pipa pembangkit uap) sehingga temperaturnya naik sampai titik didih dan terjadi penguapan. Uap yang dihasilkan dari penguapan air pendingin sekunder tersebut kemudian dikirim ke turbin untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator listrik.
Perputaran generator listrik akan menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan listrik. Air pendingin primer yang ada dalam bejana reaktor dengan temperatur 320 oC akan mendidih jika berada pada tekanan udara biasa (sekitar satu atmosfer). Agar pendingin primer ini tidak mendidih, maka sistem pendingin primer diberi tekanan hingga 157 atm. Karena adanya pemberian tekanan ini maka bejana reaktor sering disebut sebagai bejana tekan atau bejana tekan reaktor. Pada reaktor tipe PWR, air pendingin primer yang membawa unsur-unsur radioaktif dialirkan hanya sampai ke pembangkit uap, tidak sampai turbin, oleh karena itu pemeriksaan dan perawatan sistem sekunder (komponen sistem sekunder: turbin, kondenser, pipa penyalur, pompa sekunder dll.) menjadi mudah dilakukan. Konstruksi bejana reaktor tipe PWR ditunjukkan pada gambar di bawah dan perubahan teknologi PWR ditunjukkan pada di bawah
Pada prinsipnya PWR yang dikembangkan oleh Rusia (disebut VVER) sama dengan PWR yang dikembangkan oleh negara-negara barat. Perbedaan konstruksi terdapat pada bentuk penampang perangkat bahan bakar VVER (berbentuk segi enam) dan letak pembangkit uap VVER (horisontal).
Pada reaktor tipe PWR, seperti yang banyak beroperasi saat ini, peralatan sistem primer saling dihubungkan membentuk suatu untai (loop). Jika peralatan sistem primer dihubungkan oleh dua pipa penghubung utama yang diperpendek, dan kemudian dimasukkan dalam bejana reaktor maka sistem seperti ini disebut reaktor setengah terintegrasi (setengah modular). Tetapi jika seluruh sistem primer disatukan dan dimasukkan ke dalam bejana reaktor maka disebut reactor terintegrasi (modular), lihat. Reaktor setengah modular ataupun modular tidak dikembangkan untuk PLTN berdaya besar.
b. Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR)
Karakteristik unik dari reaktor air didih adalah uap dibangkitkan langsung dalam bejana reaktor dan kemudian disalurkan ke turbin pembangkit listrik. Pendingin dalam bejana reactor berada pada temperatur sekitar 285oC dan tekanan jenuhnya sekitar 70 atm. Reaktor ini tidak memiliki perangkat pembangkit uap tersendiri, karena uap dibangkitkan di bejana reaktor. Karena itu pada bagian atas bejana reaktor terpasang perangkat pemisah dan pengering uap, akibatnya konstruksi bejana reaktor menjadi lebih rumit. Konstruksi reactor BWR diperlihatkan pada sedangkan pada ditunjukan perkembangan teknologi reaktor BWR (Anonim, 2009).
Reaktor Air Berat (Heavy Water Reactor, HWR)
Dalam hal kemampuan memoderasi neutron, air berat berada pada urutan berikutnya setelah air ringan, tetapi air berat hampir tidak menyerap neutron. Oleh karena itu jika air berat dipakai sebagai moderator, maka dengan hanya menggunakan uranium alam (tanpa pengayaan) reaktor dapat beroperasi dengan baik. Bejana reaktor (disebut kalandria) merupakan tangki besar yang berisi air berat, di dalamnya terdapat pipa kalandria yang berisi perangkat bahan bakar. Tekanan air berat biasanya berkisar pada tekanan satu atmosfer, dan temperaturnya dijaga agar tetap di bawah 100 oC. Akan tetapi pendingin dalam pipa kalandria mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi, sehingga konstruksi pipa kalandria berwujud pipa tekan yang tahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi.
a. Reaktor Air Berat Tekan (Pressurized Heavy Water Reactor, PHWR)
CANadian Deuterium Uranium Reactor (CANDU) adalah suatu PLTN yang tergolong pada tipe reaktor pendingin air berat tekan dengan pipa tekan. Reaktor ini merupakan reaktor air berat yang banyak digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah uranium alam. Kanada menjadi pelopor penyebaran reaktor tipe ini di seluruh dunia. Gambar konstruksi reactor CANDU Pickering-1 ditunjukkan pada.
b. Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR)
HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum terpecahkan hingga sekarang, maka pada akhirnya di dunia hanya terdapat 4 reaktor tipe ini.
Di negara Perancis reaktor tipe ini dibangun, tetapi sebagai bahan kelongsong tidak digunakan berilium melainkan stainless steel.
c.Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor,
SGHWR)
Reaktor ini sering disebut Light Water Cooled Heavy Water Reactor (LWCHWR) dan hanya ada di Pusat Penelitian Winfrith Inggris. Reaktor berdaya 100 MWe ini merupakan prototype reaktor pembangkit daya tipe SGHWR, dan beroperasi dari tahun 1968 sampai tahun 1990. Pada waktu itu reaktor SGHWR sempat menjadi suatu fokus pengembangan di Inggris, tetapi oleh karena persoalan ekonomi maka tidak dikembangkan lebih lanjut.
Sementara itu Jepang mengembangkan reaktor air berat yang disebut Advanced Thermal Reactor (ATR). Jepang membangun reaktor ATR Fugen berdaya 165 MWe. Keunikan darireaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium dengan pengayaan rendahatau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium. Pada saat bahan bakar terbakar,penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit sekali. Reaktor prototipe Fugen dioperasikansejak tahun 1979, tetapi karena terjadi perubahan kebijakan dari pemerintah, sampai saat inireaktor ATR komersial belum pernah terwujud. Reaktor Fugen beroperasi hingga tahun 2002 dan pada tahun berikutnya direncanakan untuk didekomisioning (Wikipedia, 2009).
Reaktor Grafit
a. Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR)
Grafit sebagai bahan moderator sudah digunakan oleh ilmuwan Enrico Fermi sejak reactor nuklir pertama Chicago Pile No.1 (CP 1). Grafit terkenal murah dan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Plutonium (Pu-239) yang digunakan pada bom atom yang dijatuhkan pada saat Perang Dunia II dibuat di reaktor grafit. Setelah perang dunia berakhir reaktor GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain-ulang di Inggris maupun Perancis. Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium (Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox. Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi ekonomi yang baik. Reaktor tipe modifikasi Magnox pernah dibangun di Jepang pada tahun 1967 sebagai PLTN Tokai. Setelah beroperasi selama 30 tahun reaktor ini ditutup pada tahun 1998.
1. Reaktor Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR)
Di Inggris fokus pengembangan teknologi PLTN bergeser ke reaktor berbahan bakar uranium dengan pengayaan rendah, yang memiliki kerapatan daya dan efisiensi termal yang tinggi.
Unjuk kerja reaktor ini terbukti dapat diperbaiki. Di Inggris reaktor ini hanya sempat dibangun sebanyak 14 buah saja, karena setelah pertengahan tahun 1980 kebijakan Pemerintah Inggris berubah.
2. Reaktor Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR)
Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin. Karakteristika menonjol yang unik dari reaktor HTGR ini adalah konstruksi teras didominasi bahan moderator grafit, temperature operasi dapat ditingkatkan menjadi tinggi dan efisiensi pembangkitan listrik dapat mencapai lebih dari 40 %. Terdapat 3 bentuk bahan bakar dari HTGR, yaitu dapat berupa:
(a) Bentuk batang seperti reaktor air ringan (dipakai di reaktor Dragon dan Peach Bottom);
(b) Bentuk blok, di mana di dalam lubang blok grafit yang berbentuk segi enam di masukkan batang bahan bakar (dipakai di reaktor Fort St. Vrain, MHTGR, HTTR);
(c) Bentuk bola (peble bed), di mana butir bahan bakar bersalut didistribusikan dalam bola grafit (dipakai di reaktor AVR, THTR-300).
3. Reaktor Pipa Tekan Air Didih Moderator Grafit (Light Water Gas-cooled Reactor,LWGR)
RBMK adalah reaktor tipe ini yang hanya dikembangkan di Rusia. Reaktor ini tidak menggunakan tangki kalandria (berisi air berat) seperti reaktor tipe SGHWR tetapi menggunakan grafit sebagai moderator, oleh karena itu dimensi reaktor menjadi besar.
Sekitar 1700 buah pipa tekan menembus susunan blok grafit. Di dalam pipa tekan diisi batang bahan bakar di mana di sekelilingnya mengalir air ringan yang mengambil panas dari batang bahan bakar sehingga mendidih. Uap yang terbentuk dikirim ke turbin pembangkit listrik untuk memutar turbin dan membangkitkan listrik. Salah satu reaktor tipe ini yang terkenal karena mengalami kecelakaan adalah reaktor Chernobyl No.4 yang merupakan reaktor tipe RBMK-1000. Salah satu kegagalan desain pada reaktor tipe RBMK yang dianggap sebagai kambing hitam terjadinya kecelakaan Chernobyl adalah tidak tersedianya bejana pengungkung reaktor.
Reaktor Cepat (Fast Reactor, FR), Reaktor Pembiak Cepat (Liquid Metal Fast Breeder Reactor, LMFBR)
Seperti tersirat dalam nama tipe reaktor ini, neutron cepat yang dihasilkan dari reaksi fisi dengan kecepatan tinggi dikondisikan sedemikian rupa sehingga diserap oleh uranium-238 menghasilkan plutonium-239. Dengan kata lain di dalam reaktor dapat dibiakkan (dibuat) unsur plutonium. Rapat daya dalam teras reaktor cepat sangat tinggi, oleh karena itu sebagai pendingin biasanya digunakan bahan logam natrium cair atau logam cair campuran natrium dan kalium (NaK) yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengambil panas dari bahan bakar (Anonim, 2009).
Konstruksi reaktor pembiak cepat terdiri dari pendingin primer yang berupa bahan logam cair mengambil panas dari bahan bakar dan kemudian mengalir ke alat penukar panas-antara (intermediate heat exchanger), selanjutnya energi panas ditransfer ke pendingin sekunder dalam alat penukar panas-antara ini. Kemudian pendingin sekunder (bahan pendingin adalah natrium cair atau logam cair natrium) yang tidak mengandung bahan radioaktif akan mengalir membawa panas yang diterima dari pendingin primer menuju ke perangkat pembangkit uap, dan memberikan panas ke pendingin tersier (air ringan) sehingga temperaturnya meningkat dan mendidih (proses pembangkitan uap). Uap yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke turbin untuk memutar generator listrik yang dikopel dengan turbin.
Komponen sistem primer dari reaktor pembiak cepat terdiri dari bejana reaktor, pompa sirkulasi primer, alat penukar panas-antara. Komponen ini dirangkai oleh pipa penyalur pendingin membentuk suatu untai (loop), karena itu reaktor seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor untai. Apabila seluruh komponen sistem primer di atas semuanya dimasukkan ke dalam bejana reaktor, maka reaktor pembiak cepat seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor tangki atau reaktor kolam. Contoh reaktor pembiak cepat tipe reaktor untai adalah reaktor prototipe Monju di Jepang, sedangkan untuk tipe reaktor kolam adalah reaktor Super Phenix di Perancis yang sudah menjadi reaktor komersial. Reaktor Cepat Eropa (EuropianFast Reactor, EFR) yang secara intensif dikembangkan oleh negara-negara Eropa diharapkan akan mulai masuk pasar komersial pada tahun 2010.
C.Keselamatan Nuklir
Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, para pekerja reaktor dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjamin agar radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan.
Tindakan protektif dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman setiap waktu jika diinginkan dan dapat tetap dipertahanan dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untyuk ini panas peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat menimbulkan bahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.
Keselamatan terpasang
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda
PLTN mempunyai sistem pengaman yang ketat dan berlapis-lapis, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkannya sangat kecil. Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama.
Selama operasi maupun jika terjadi kecelakaan, kelongsongan bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsongan. Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsongan, masih ada penghalang ketiga yaitu sistem pendingin. Lepas dari system pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal ± 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan tebal 1,5-2 m.
Bila zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistem pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5-2 m yang kedap udara.
Jadi selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpan dalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yang terlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Pertahanan Berlapis
Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsah pertahanan berlapis (defence in depth). Pertahanan berlapis ini meliputi : lapisan keselamatan pertama, PLTN
dirancang, dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-aibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur PLTN dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya sedemikian sehingga tidak akan pernah terjadi selama umu uperasi PLTN.
D.Limbah Radioaktif
Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap linkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondesnsor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor.
Gas radioaktif yang dapat keluar dari sistem reaktor tetap terkungkung di dalam system pengungkung PLTN dan sudah melalui sistem ventilasi dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70 – 80 %). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila elemen bakar bekasnya tidak didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit.
Penangan limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang maupun aktivitas tinggi pada umumnya mengikuti tiga prinsip, yaitu :
- memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan,
- mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan,
- menyimpan limbah yang telah diolah, di tempat yang terisolasi.
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat.
Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan di dalam drum/beton dengan semen. Sedangn limbah padat yang tidak dapat dibakar atau tidak dapat dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif.
Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10-50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan lembah lestari dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat.
E.Keuntungan dan kekurangan
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah:
Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas)
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN:
Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building)
Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun
F.Dampak Nuklir pada Rakyat dan Lingkungan
Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Radiasi yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua, radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya.
Keduanya, baik radiasi langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi fungsi organ tubuh melalui sel-sel pembentukannya. Organ-organ tubuh yang sensitif akan dan menjadi rusak. Sel-sel tubuh bila tercemar radio aktif uraiannya sebagai berikut: terjadinya ionisasi akibat radiasi dapat merusak hubungan antara atom dengan molekul-molekul sel kehidupan, juga dapat mengubah kondisi atom itu sendiri, mengubah fungsi asli sel atau bahkan dapat membunuhnya. Pada prinsipnya, ada tiga akibat radiasi yang dapat berpengaruh pada sel. Pertama, sel akan mati. Kedua, terjadi penggandaan sel, pada akhirnya dapat menimbulkan kanker, dan ketiga, kerusakan dapat timbul pada sel telur atau testis, yang akan memulai proses bayi-bayi cacat. Selain itu, juga menimbulkan luka bakar dan peningkatan jumlah penderita kanker (thyroid dan cardiovascular) sebanyak 30-50% di Ukrania, radang pernapasan, dan terhambatnya saluran pernapasan, juga masalah psikologi dan stres yang diakibatkan dari kebocoran radiasi. Ada beberapa bahaya laten dari PLTN yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kesalahan manusia (human error) yang bisa menyebabkan kebocoran, yang jangkauan radiasinya sangat luas dan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup. Kedua, salah satu yang dihasilkan oleh PLTN, yaitu Plutonium memiliki hulu ledak yang sangat dahsyat. Sebab Plutonium inilah, salah satu bahan baku pembuatan senjata nuklir. Kota Hiroshima hancur lebur hanya oleh 5 kg Plutonium. Ketiga, limbah yang dihasilkan (Uranium) bisa berpengaruh pada genetika. Di samping itu, tenaga nuklir memancarkan radiasi radio aktif yang sangat berbahaya bagi manusia.