1.1 Partikel Dasar Penyusun Atom
Setelah Dalton, para kimiawan menemukan bahwa atom terdiri dari proton, netron dan electron. Selanjutnya, proton, netron dan electron dinamakan partikel dasar atom. Untuk lebih memahami partikel dasar atom akan dibahas tentang masing – masing partikel dasar tersebut dan cirinya berdasarkan hasil percobaan para penemunya.
a. Elektron
pada tahun 1897 Thompson menemukan electron. Thompson melakukan percobaan dengan menggunakan tabung kaca dengan bertekanan udara sangat rendah. Pada kedua ujung tabung tersebut dipasang pelat logam yang berfungsi sebagai electrode. Kedua electrode tersebut dihubungkan dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Elektrode yang dihubungkan dengan kutub positif disebut anode, sedangkan electrode yang dihubungkan dengan kutub negative disebut katode. Tabung seperti itu disebut tabung sinar katode (Parning;2003).
Percobaan itu dilakukan sebagai berikut, dengan menggunakan pompa vakum, tekanan udar dalam dalam tabung dapat diatur. Jika tekanan udara dalam tabung dibuat cukup rendah, maka gas dalam tabung akan berpendar. Selanjutnya, jika tekanan gas dalam tabung dibuat semakin kecil, maka akhirnya tabung menjadi gelap. Akan tetapi, bagian tabung di depan katode berpendar dengan warna hijau. Perpendaran ini bersumber dari radiasi katode menuju anode yang membentur gelas sehingga gelas berpendar. Sinar itu disebut sinar katode karena berasal dari katode. Selanjutnya, kita ketahui bahwa sinar katode merupakan radiasi partikel yang bermuatan negatif (Parning;2003).
Berdasarkan hasil percobaan itu, Thompson mengungkapkan sifat – sifat sinar katode berikut :
- Dipancarkan oleh katode dalam sebuah tabung hampa jika dilewatkan arus listrik bertegangan tinggi.
- Merambat dalam garis lurus menuju anode.
- Jika membentur gelas, maka gelas berpendar (berfluoroesensi). Dengan adanya fluoroesensi ini, kita dapat mengetahui adanya sinar katode karena sinar katode tidak terlihat oleh mata.
- Dapat dibelokkan oleh medan listrik dan medan magnet ke kutub positif . Oleh karena itu, sinar katode bermuatan negative.
- Sinar ini tidak tergantung pada bahan elektrodenya. Hal itu berarti, setiap electrode dapat memancarkan sinar katode. Jadi setiap materi mengandung partikel yang sepeeti sinar katode (Parning;2003).
Dari kelima sifat – sifat sinar katode ini, dapat kita simpulkan bahwa sinar katode adalah partikel dasar atom yang ada pada setiap atom.Partikel itu selanjutnya kita sebut electron (Parning;2003).
Selanjutnya, Thomson melakukan percobaan untuk menentukan harga perbandingan muatan electron dengan massanya. Dari hasil percobaannya diperoleh harga e/m dengan tepat, yaitu sebesar 1,76 x 108 Coulomb/gram. Nilai – nilai itu merupakan hasil pengukuran pengaruh medan magnet listrik dan magnet terhadap pembelokan sinar katode serta pengukuran jari – jari kelengkungan dari pembelokan itu (Parning;2003).
Pada tahun 1909, Robert Milikan melakukan percobaan dengan tetes minyak untuk menentukan muatan 1 elektron. Pada percobaan itu, setetes minyak dapat menangkap satu, dua, tiga atau lebih electron. Milikan menemukan muatan tetes minyak yang besarnya 1 x 1,6 x 10-19 C, 2 x 1,6 x 10-19C, 3 x 1,6 x 10-19 C, dan seterusnya. Dari sini Milikan memenyimpulkan bahwa muatan 1 elektron adalah 1,6 x 10-19 C diberi tanda -1 (Parning;2003).
Berdasarkan percobaan Thomson dan Milikan, massa electron dapat dihitung sebagai berikut :
- Dari percobaan Thomson q/m = e/m = 1,76 x 108 Coulomb/gram
- Dari percobaan Milikan e = 1,6 x 10-19 Coulomb
- Oleh karena itu, massa electron = 9,11 x 10-28 gram (Parning ; 2003)
B. Proton
Pada tahun 1886, Eugene Goldstein menemukan proton. Goldstein melakukan percobaan dengan menggunakan tabung sinar katode (rabung Crookes). Anode (kutub positif) dan katode (kutub negative) dari tabung tersebut dihubunkan dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Dari percobaan tersebut diperoleh fakta – fakta sebagai berikut. Jika katode tidak diberi lubang, maka ruang di belakang katode menjadi gelap. Akan tetapi, jika katode tidak diberi lubang dan diisi dengan gas hydrogen yang bertekanan rendah, maka gas di belakang katode berpendar (berfluoroesensi). Hal itu disebabkan adanya radiasi sinar yang berasal dari anode dan memijarkan gas tersebut. Sinar itu disebut sinar anode atau sinar kanal (Parning;2003).
Sifat – sifat sinar anode adalah sebagai berikut :
- merupakan radiasi partikel yang disebut dengan proton.
- dalam medan listrik atau magnet, dapat dibelokkan ke kutub negative. Berarti sinar anode ini bermuatan positif.
- perbandingan muatan dan massanya (e/m) bergantung pada gas yang diisikan pada tabung. Perbandingan e/m terbesar terjadi jika gas yang diisikannya adalah gas hydrogen (Parning ; 2003)
selanjutnya, melalui percobaan diperoleh hasil bahwa massa 1 proton adalah 1,6726 x 10-24 gram (1 sma) dan muatan 1 proton adalah 1,6022 x 10-19 coulomb dan diberi tanda muatan +1 (Parning;2003).
C. Netron
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan Rutherford pada tahun 1911, ternyata massa inti atom unsur selalu lebih besar daripada massa proton dalam inti atom. Hal itu memberi keyakinan bagi para ahli, bahwa selain proton dalam inti atom harus ada partikel lain. Partikel ini pasti tidak bermuatan, karena kita tahu bahwa menurut model atom Rutherford, inti atom itu bermuatan positif (Parning;2003).
Pada tahun 1930, W.Bothe dan H.Becker menembaki inti atom berilium dengan partikel alfa dan dihasilkan suatu radiasi partikel yang mempunyai daya tembus tinggi. Selanjutnya, pada tahun 1932 James Chadwick melakukan percobaan yang sama dan berdasarkan percobaan tersebut dapat dibuktikan bahwa radiasi tersebut merupakan partikel netral (tidak bermuatan) yang massanya hampir sama dengan massa proton. Selanjutnya, partikel ini disebut neutron dan merupakan partikel penyusun inti atom (Parning :2003).
Sifat – sifat sinar netron adalah sebagai berikut :
- merupakan radiasi partikel yang disebut dengan netron
- dalam medan listrik atau magnet tidak dibelokkan ke kutub positif atau negative. Berarti sinar netron tidak bermuatan
- massa sinar neutron hampir sama dengan massa sinar anode (proton) yaitu 1,6728 x 10-24 gram atau 1 sma.
D. Positron
Pada tahun 1932 Anderson menemukan partikel penyusun atom yang memiliki massa sebesar massa electron tetapi bermuatan listrik positif. Partikel penyusun atom yang ditemukan oleh Anderson ini disebut positron. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa setiap positron memiliki massa sebesar 0,000549 sma atau mendekati harga 0,00 sma dan untuk seterusnya positron disimbolkan sebagai +eo (Retug;2005).
E. Neutrino atau Antineutrino
Neutrino adalah suatu partikel penyusun atom yang ikut radiasi menyertai radiasi partikel positron, sedangkan yang menyertai radiasi partikel electron disebut antineutrino. Keberadaan partikel neutrino atau anti neutrino telah diperkirakan sejak tahun 1930 oleh Pauli dan diperkuat oleh Fermi pada tahun 1934, dan baru tahun 1956 kebenaran dugaan adanya neutrino dan antineutrino dapat dibuktikan melalui serangkaian percobaan. Data hasil pecobaan menunjukkan bahwa partikel neutrino atau antineutrino bermassa kurang dari 2 x 10-7 smaatau mendekati harga 0,00 sma, berspin 0,5 dan tidak bermuatan listrik (Retug;2005)
F. Muon
Pada tahun 1935 Yukawa mempostulatkan bahwa di dalam sebuah atom terdapat partikel – partikel yang mempunyai massa besarnya ada di antara massa electron dan proton. Pada tahun 1937 Anderson menemukan suatu partikel penyusun atom dalam bentuk sinar – sinar kosmik yang bermassa sekitar 207 kali massa satu electron atau mendekati nilai sebesar 0,1134 sma untuk selanjutnya disebut Muon. Muon – muon itu ada yang bermuatan listrik positif dan ada pula yang bermuatan listrik negatif (Retug;2005).
G. Pion
Pada tahun 1947 Powell menemukan partikel penyusun atom yang dinamakan pion. Pion adalah seperti Muon yaitu merupakan partikel –partikel yang berwujud sinar kosmik, yang memiliki massa sekitar 273 kali massa satu electron atau mendekati nilai sebesar 0,1498 sma untuk pion yang bermuatan listrik dan 0,1449 sma untuk pion yang bermuatan listrik netral, semua jenis pion tidak berspin.
2.2 Struktur Atom dan Inti Atom
Penggambaran struktur atau susunan komponen atom dalam sebuah atom didasarkan pada model atom yang terakhir diyakini kebenarannya yakni model atom mekanika gelombang. Perumusan model atom ini didasarkan pada pernyataan Planck dan Einstein bahwa sinar itu dapat bersifat materi dan pendapat Louis de Broglie yang menyatakan bahwa setiap partikel yang bergerak selalu bersifat sebagai gelombang yang memiliki panjang gelombang sebesar L = h/mv, yang mana L sama dengan panjang gelombang, h = tetapan Planck, m = massa yang bergerak dan v = kecepatan partikel itu (Retug:2005).
Model atom mekanika gelombang merupakan model atom hasil penyempurnaan dari model atom yang dikemukakan oleh Niels Bohr. Dalam model atom mekanika gelombang dijelaskan bahwa bangun suatu atom itu diasumsikan seperti bola yang sebagian besar volume ruangan bola tersebut relatif kosong dan disinilah kemungkinan terbesar electron – electron berada. Sebagian kecil dari ruangan berbentuk bola yang berada di pusat bola ditempati oleh hampir semua partikel – partikel penyusun atom yang kemudian disebut inti atom (Retug;2005).
Inti atom terdiri dari proton dan neutron. Banyaknya proton dalam inti atom disebut nomor atom, dan menentukan berupa elemen apakah atom itu.Ukuran inti atom jauh lebih kecil dari ukuran atom itu sendiri, dan hampir sebagian besar tersusun dari proton dan neutron, hampir sama sekali tidak ada sumbangan dari electron (Triatmojo :2006).
Jumlah netron dalam inti atom menentukan isotop elemen tersebut. Jumlah proton dan netron dalam inti atom saling berhubungan; biasanya dalam jumlah yang sama, dalam nukleus besar ada beberapa netron lebih. Kedua jumlah tersebut menentukan jenis nukleus. Proton dan netron memiliki masa yang hampir sama, dan jumlah dari kedua masa tersebut disebut nomor masa, dan beratnya hampir sama dengan masa atom ( tiap isotop memiliki masa yang unik ). Masa dari elektron sangat kecil dan tidak menyumbang banyak kepada masa atom (Triatmojo ; 2006).
Inti Atom Berdasarkan Eksperimen Rutherford
Setelah melakukan eksperimen, Rutherford menyimpulkan bahwa benda pejal itu merupakan inti atom. Hal ini berarti bahwa atom terdiri dari inti atom dan ruang kosong. Di luar inti atom terdapat electron yang bermuatan negative dan jumlahnya sama dengan muatan pada inti atom. Elektron beredar mengelilingi inti atom pada jarak yang relatif jauh dari inti atom. Lintasan electron tersebut dinamakan kulit atom. Jarak inti atom ke kulit electron disebut jari – jari atom. Informasi saat ini berdasarkan penelitian dengan menggunakan sinar-X, menyatakan bahwa diameter suatu atom adalah 10-10 m atau 1/50.000 kali diameter atom (Parning;2003)
2.3 Penyusun dan Susunan nukleon dalam Nuklida
Dalam suatu nuklida tersusun atas nukleon-nukleon, dimana nukleon tersebut merupakan partikel-partikel penyusun inti atom/nukleus, sedangkan nuklida itu sendiri adalah isotop atom. Nukleon mengandung dua jenis partikel dasar yaitu proton (bermuatan positif) dan neutron (tidak bermuatan). (Retug, 2005).
Suatu inti atom yang mempunyai jumlah nukleon tertentu disebut nuklida, yaitu atom tanpa elektron pada kulit-kulitnya. Suatu nuklida dapat dinyatakan dengan lambang unsur yang dilengkapi nomor massa (jumlah nukleon), sedangkan nomor atom boleh ditulis atau tidak karena dapat dilihat pada sistem periodik. Sebagai contoh nuklida sebagai berikut : 20Ca40, 80Hg200 . Partikel penyusun nuklida kecuali elektron-elektron berada di nukleus. Diantara partikel-partikel penyusun nukleus yang sudah diketahui proton dan netronlah yang merupakan partikel yang bermassa besar sehingga jumlahnya sangat menentukan besar kecilnya massa nuklida. Jumlah proton dalam sebuah nuklida selalu sama dengan jumlah elektron, akan tetapi jumlah netron dapat sama atau sedikit lebih besar daripada jumlah protonnya.
Susunan nukleon dan nuklida dibagi menjadi 4 yaitu, isotop adalah kelompok nuklida dengan Z (nomor atom) sama tetapi memiliki N (jumlah neutron) yang berbeda. Contoh : 1H1 dengan 2H1. Isobar adalah kelompok nuklida denga A (nomor massa) sama tetapi memiliki nomor atom yang berbeda. Contoh : 12C6 dengan 12 C 7. Isoton adalah kelompok nuklida dengan N (jumlah netron) sama, tetapi memiliki jumlah proton bebeda. Contoh : 31P15 dan 32S16. Isomer inti atau nuklir adalah kelompok nuklida dengan Z (nomor atom), A (nomor massa), dan N (jumlah netron), tetapi berbeda dalam tingkat energinya. (Parning, 2003)
Berdasarkan peta kestabilan dalam proses pembentukannya di alam, nuklida dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu sebagai berikut :
- Nuklida stabil adalah nuklida yang secara alamiah tidak mengalami perubahan A (nomor massa) maupun Z (nomor atom) atau tidak mengalami peluruhan.
- Radionuklida alam primer adalah nuklida yang terbentuk secara alamiah dan bersifat radioaktif.
- Radionuklida alam sekunder adalah nuklida radioaktif yang secar alamiah merupakan hasil peluruhan radionuklida alam primer.
- Radionuklida alam terinduksi adalah nuklida radioaktif yang terbentuk secar kontinu dari hasil interaksi sinar kosmik dengan 14N di atmosfer.
2.4 Energi Binding, Gaya dalam nuklida, Stabilitas dan model inti
Dalam suatu inti atom terdapat banyak nukeon yang memiliki sifat-sifat yang khas, sehingga adanya perbedaan komposisi atau penyusun suatu nuklida.
1. Energi Binding
Energi binding adalah energi ikat atom yang dibutuhkan untuk membongkar sebuah atom ke elektron bebas dan sebuah inti atom. Massa total (Mtot) nukleon-nukleon yang membentuk sebuah inti atom atau nukleus tidak sama dengan besarnya massa terukur (Mter) nukleon pembentuk inti dan massa terukur (Mter) dari nucleus disebut massa lebih (MI) atau massa binding (Mb) yang menggambarkan bahwasemua massa sebanding dengan energy binding semu (Ebs) antar nukleon penyusun nuklida. Hubungan antara energy binding, massa binding, massa binding, massa total, dan massa terukur dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
Mb = Mtot – Mter
Eb ~ Mb
Hubungan antara massa dan energy dapat dinyatakan dengan persamaan : E = mc2, dimana m (massa), c (kecepatan gerak cahaya)= 2,99 x 1010 cm/dt. 1 sma = 1,66 x 10 -24 gram dan 1 eV = 1,6 x 10-19 joule. Maka dengan menggunakan persamaan tersebut diperoleh bahwa harga massa 1 sma equivalen dengan energi sebesar 931 MeV. Besarnya energi binding atau pengikat untuk setiap nukleon dapat dihitung dengan cara :
Massa 2 netron = 2 x 1,00867 sma = 2,01734 sma
Massa 2 netron = 2 x 1,00782 sma = 2,01564 sma
Jumlah massa pembangun (Mtot) inti He = 4 nukleor = 4,03298 sma
Jumlah massa terukur (Mter) inti He = 4 nukleor = 4,03260 sma
Massa Binding (Mb) = Mtot – Mter = 0,03038 sma.
Selisih massa sebesar 0,03038 sma equivalen dengan energi binding semu (Ebs) sebesar 0,03038 sma x 931 MeV/sma = 28,2960 MeV. Untuk dapat mengikat setiap nukleon diperlukan energi binding senu (Ebs) atau energi pengikat rata-rata pernukleon sebesar = 28,2960 MeV/4 nukleon = 7,07 MeV/nukleon. Pengkajian energi binding semu (Ebs) mengemukakan asumsi bahwa : seluruh ruang nuklida berisi penuh dengan netron dan proton sehingga volume nukleus equivalen dengan nomor massanya yang disebut dengan energi volume ; Energi binding yang bekerja di permukaan sama besar dengan yang bekerja dibawah permukaan atau bagian dalam dari suatu nukleus ; Tidak adanya pengaruh energi coloumb yang ditimbulkan oleh nukleon yang bermuatan listrik, proton = elektron ; Telah terjadi distribusi nukleon yang bermuatan dan tidak bermuatan listrik secar merata di seluruh bagian nuklida; Besar kecilnya energi binding atau pengikat dipengaruh oleh ganjil genapnya bilangan yang menyatakan jumlah proton dan netron. Kajian lain juga ditemukan bahwa :
- Keberadaan energi volume nukleus
- Keberadaan energi permukaan nukleus
- Pengaruh energi coloumb oleh nukleon bermuatan
- Distribusi muatan dalam nuklida
- Pasangan energi proton dan netron.
Adapun persamaan energi binding yang disempurnakan oleh W.D Myers dan W.J Swiatechi yaitu sebagai berikut :
Eb = C1A [ 1-k((N-Z)/A)2] – C2A2/3 [ 1-k((N-Z)/A)2 ] – C3Z2A-1/3 + C4Z2A-1 + d
Dimana :
C1 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi volume = 15,677 MeV
C2 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi permukaan = 18,560 MeV
C3 = koefisien koreksi terhadap adanya pengaruh energi coulomb = 0,717 MeV
C4 = koefisien koreksi terhadap pengaruh distribusi muatan = 1,211 MeV
K = tetapan = 1,79 ; N = jumlah proton ; A= nomor massa
D = pengaruh pembentukan pasangan jumlah Z dan N, bila genap-genap = 11/ (A1/2 ) ; ganjil-ganjil = -11/ (A1/2) ; dan genap- ganjil atau ganjil-genap = 0
Koreksi untuk energi volume nukleus terjadi bila ada perbedaan antara jumlah netron dan protonnya yang menyebabkan ketidaksimetrisan sehingga energi volume nukleus menjadi berkurang. Perbedaan antara jumlah netron dan proton juga dapat menurunkan pengaruh kerapatan massa nukleon di permukaan sebesar ((N-Z)A)2, lebih lanjut akan menambah energi binding nukleon secara keseluruhan dalam nukleus .Besarnya energi binding juga dipengaruhi oleh pembentukan pasangan antara proton Z dan netron N. Pasangan Z-N ganjil-ganjil akan mengurangi energi binding.
Energi binding dari semua nukleus dapat dinyatakan sebagai fungsi dari volume atau nomor massa (A) dan jumlah muatan (Z) dalam tinjauan tiga dimensi. Atas dasar keterangan tersebut maka persamaan 1 dapat diubah menjadi ke bentuk persamaan baru berikut :
Eb = (Z)(MH) + (A-Z)(MN)- Mter....................................................................persamaan 3
Dengan MH adalah energi massa proton = 938,79 MeV, Mter = energi massa terukur. Bila data Energi massa proton dan neutron dimasukkan ke dalam persamaan 3 akan membentuk persamaan baru sebagai berikut:
Eb = 939,57 MeV + 938,790 MeV – Mter
Maka:
Mter = 939,57 MeV + 938,790 MeV – Eb............................(Persamaan 4)
Persamaan (6) merupakan persamaan massa parabola, yang mana diketahui bahwa :
f1(A) = 0,717 A-1/3 + 111,036 A-1 – 132,89 A-4/3;
f2(A) = 132,89 A-1/3 – 113,029 ;
f3(A) = 951,958 A – 14,66 A2/3 ;
dimana f1(A) ; f2(A) ; f3(A) merupakan koefisien yang harganya tergantung pada A.
Dari persamaan di atas diperoleh harga untuk nomor massa atau volume massa (A) yang sama bagi isotop nuklida yang ada dalam satu garis parabola. Puncak kurva parabola memberikan harga A minimum dan energi binding yang maksimum.
Untuk mendapatkan petunjuk tentang jumlah muatan nuklda (Z) dari suatu nuklida yang bernomor massa (A) dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut.
ZA = ......................................................................................persamaan 8
yang mana ZA adalah nomor muatan suatu nuklida dengan massa yang minimum dan energi binding yang maksimum yang ada dalam suatu isobar. Persamaan di atas dapat diperoleh bahwa : nuklida yang nomor massanya (A) = 157 mempunyai ZA = 62,69; dan bila (A) = 156 maka harga ZA = 64,33. Massa permukaan sesuai dengan persamaan sesuai dengan persamaan parabola tersebut sering digunakan untuk mengetahui alur proses peluruhan partikel beta yang dilakukan oleh nuklida dalam satu isobar. Peluruhan akan berakhir setelah diperoleh nuklida yang bermassa minimum sebaliknya berenergi binding maksimum, yaitu sebuah nuklida yang paling stabil dalam satu isobarnya.
1. Gaya dalam Nuklida
Pada tahun 1935 Yukawa menyampaikan pendapatnya bahwa gaya-gaya pengikat nukleon penyusun nuklida sebenarnya merupakan bentuk radiasi partikel-partikel yang diserap oleh nukleon-nukleon. Partikel-partikel yang itu belum ditemukan tetapi mdiperkirakan memiliki massa sekitar 200x massa satu elektron, berspin 0 atau 1. Kajian teori tentang radiasi partikel sebagai gaya-gaya pengikat nukleon seterusnya disebut teori messon atau muon.
Berdasarkan teori mesonnya Yukawa dilakukan pengkajian lebih lanjut baik secara laboratoris dan teoritis, padea tahun 1937 ditemukan muon-moun yang bermassa 207x masa satu elektron yang berupa sinar-sinar kosmik. Pada tahun 1947 ditemukan partikel yang massanya 270x massa satu elektron yang memiliki ciri-ciri sebagaimana diterangkan dalam teori mesonnya Yukawa dan partikel ini lebih dikenal sebagai pion.
2. Stabilitas Nuklida
Definisi tentang nuklida yang stabil didasarkan pada besar kecilnya massa binding (Mb) yang setara dengan energi binding (Eb). Besarnya energi binding real untuk sertiap nukleon penyusun nukleus dari suatu nuklida selalu konstan yaitu antara 6 Me V sampai 9 Me V. Nuklida yang energi binding real untuk setiap nukeonnya kurang dari 6 Me V bersifat tidak stabil dan radioaktif. Harga energi binding maksimum terdapat pada nnuklida besi isotop 56 atau 26Fe56 dan nikel isotop 55 atau 28Ni58, sehingga besi dan nikel merupakan nuklida yang paling stabil. Berdasarkan energi binding yang besar, maka nuklida ini yang memiliki tingkat kestabilan tinggi dan biasa terdapat dalam kerak bumi dan meteroid.
Bila jumlah proton sama besar dengan jumlah netronnya maka energi binding yang real akan menjadi besar. Hal ini terjadi karena tanpa adanya koreksi pada energi volume dan permukaan nukleus, yang keduanya merupakan komponen pembangun energi dinding. Contoh : 6C9; 6C10; 6C11 yang mempunyai waktu paruh 0,13” ; 19.2” ; 1224”. Semakin kecil waktu paruhnya maka kestabilan nukleus dalam nuklida semakin kecil pula dan sebaliknya. Untuk isotop C-10 memiliki perbedaan jumlah massa proton dan netronnya sebesar dua nukleon dan mempunyai waktu paruh 19,2”. Sedangkan untuk isotop C-11 terdapat perbedaan jumlah proton dengan netron sebesar satu nukleon dan waktu paruhnya sebesar 1224”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara jumlah proton dan netron semakin besar maka stabilitas nukleus sebuah nuklida semakin berkurang sehingga mudah mengalami reaksi nuklir.
2.5 Model-Model Inti
Dalam membahas sifat-sifat nukleus terdapat tiga model inti yang dianggap sebagai dasar dalam membahas sifat-sifat nukleus tersebut. Model-model inti tersebut antara lain Model tetes cairan, Model kulit inti, Model kolektif inti. Ketiga model inti tersebut akan diuraikan sebagai berikut. (Retug, 2005)
1. Model Tetes Cairan
Model tetes cairan dikembangkan oleh Niels Bohr, Wheeler, dan Frenkel. Model ini memperlakukan inti sebagai suatu massa homogen dan setiap nukleon berinteraksi secara kuat dengan tetangga terdekatnya (Bunbun Bunjali, 2002). Nukleon-nukleon penyusun nucleus saling tarik-menarik sehingga jarak antar nucleon menjadi sangat rapat. Gaya interaksi adalah gaya jarak pendek yang bersifat jenuh dan tidak tergantung pada muatan dan spin nukleon, sehingga energi interaksi antarnukleon merupakan fungsi kontinu dari massa inti ( nomor massa A). Nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus mendapatkan gaya tarikan yang lebih kuat kearah dalam nucleus cenderung menjadi bulat seperti setetes cairan. (Retug, 2005)
Model ini disebut model tetes cairan karena adanya sejumlah kesamaan kelakuan antara inti dan tetesan suatu cairan. Kesamaan kelakuan tersebut adalah:
(1).Baik tetes cairan maupun inti, keduanya bersifat homogen dan tidak dapat dimamfatkan. Tetes cairan tersusun oleh sejumlah atom atau molekul , sedangkan inti tersusun atas nukleon . Implikasi dari hal ini adalah volume inti sebanding dengan massa A. Maka jari-jari inti R = r0 A , dengan r0 suatu tetapan dengan orde 1,2 – 1,5 F.
(2). Kemiripan inti dengan tetesan larutan ideal ditunjukkan dengan anggapan bahwa gaya interaksi antarnukleon adalah sama, tidak memperhatikan muatan maupun spin nukleon, yakni f n-n f n-p f p-p
Hal ini didukung oleh fakta bahwa energi pengikat inti pada pasangan “ inti cermin” adalah hampir sama, yaitu penggantian gaya p-p oleh gaya n-n tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap energi pengikat total
(3). Analog dengan suatu tetes cairan, inti atom akan menunjukkan adanya gaya tegangan permukaan, gaya yang sebanding dengan luas permukaan inti, sehingga terdapat gaya sebanding dengan A .
(4) Gambaran umum untuk tetes cairan, yaitu dapat terjadi penggabungan tetesan kecil menjadi tetesan yang lebih besar atau sebaliknya, pemecahan tetesan besar menjadi tetesan yang lebih kecil. Hal ini ada kemiripan dengan reaksi fusi dan fissi pada reaksi inti.
(5). Jika tetes cairan atau inti ditembaki dengan partikel berenergi tinggi, partikel penembak ditangkap dan terbentuk suatu inti gabungan (inti majemuk). Kemudian tambahkan eneri partikel yang tertangkap akan secara cepat didistriusika kepada semua partikel dalam tetesan atau nukleon-nukleon dalam inti. Proses termalisasi energi ini dalam inti gabunga dapat berlangsung dalam waktu 10- 10 detik, berantung pada kecepatan partikel penembak.
(6). Pelepasan kelebihan energi (dieksitasi) pada tetesan atau inti majemuk dapat dilakukan melalui proses berikut :
Pada Tetesan | Pada Inti Majemuk |
|
|
Nukleon-nukleon yang berbeda jenis setelah membentuk nukleus menjadi satu-kesatuan, dan tidak lagi sebagai nukleon yang berdiri-sendiri. Bila nukleus menerima suatu aksi dari luar maka seluruh nukleon penyusun nukleus memberikan aksi secara bersama-sama.
Dalam keadaan tereksitasi sifat dari nukleus menjadi tidak stabil. Untuk mencapai kestabilan kembali nukleus akan melakukan reaksi nuklir. Hasil dari reaksi nuklir dapat berwujud energi panas, radiasi partikel dan gelombang elektromagnet. Terpancarnya partikel-partikel dari nukleon dapat dianalogkan dengan teruapkannya melekul-molekul air dari tetes cairan.
Model tetes cairan juga mampu menjelaskan mekanismelogis dari reaksi inti berenergi rendah, menjelaskan gejala pembelahan dan penggabungan inti. Selain itu, model tetes cairan memberikan dasar perhitungan energi pengikat inti dan massa atom secara inti empirik yang dikemukakan Weizsacker yang dapat diaplikasikan dalam menghitung tetapan jari-jari nuklir dan memperkirakan nuklida stabil pada deret isobarik peluruhan .
2. Model Kulit Inti
Model kulit diangkat berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa nuklida yang memiliki jumlah proton atau netron sesuai dengan bilangan-bilangan bulat tertentu memiliki stabilitas yang tinggi, ia sukar mengalami reaksi nuklir. Bilangan bulat yang dimaksud adalah 2, 8, 20, 28, 50, 82, dan 126. Contoh nuklida yang yang memiliki nukleus stabil yang mengandung sejumlah proton dan netron yang masing-masing sesuai dengan bilangan tersebut adalah 8O16 dan 16S32. Contoh nuklida dengan nukleus yang stabil yang mengandung jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan ganjil adalah nuklida dari 6C13 dan 8O17. Contoh nuklida dengan dengan nukleus stabil yang jumlah protonnya merupakan bilangan ganjil dan netronnya merupakan bilangan genap adalah nuklida 15P31 dan 9F19. Bila beberapa nuklida dengan nukleus yang memiliki jumlah proton dan netronnya merupakan bilangan genap, yang bila disusun secara berurutan dari kecil ke yang besar hasilnya mirip dengan jumlah maksimum elektron yang dapat mengorbit di orbital elektron utama terluar sesuai dengan konfigurasi elektron dalam uklida-nuklida yang stabil , yang jika dituliskan secara berurutan hasilnya yaitu 2, 8 ,18, 32, 50, 72. Bilangan-bilangan ini sering disebut dengan bilangan ajaib. Oleh karena telah diketahui bahwa elektron-elektron dalam mengorbit nukleus sesuai dengan tingkatan energi masing-masing , maka susunan nukleon –nukleon dalam nukleon mirip dengan susunan elektron pada orbital nuklida.
Nukleon-nukleon pembentuk nukleus bergerak mengorbit pusat nukleus pada orbitalnya masing-masing sesuai dengan tingkat energinya. Energi yang dimiliki oleh nukleon yang ada dipermukaan nukleus lebih besar dibandingkan dengan yang ada di pusat nukleus. Untuk mempertahankan posisinya nukleon yang ada di permukaan nukleus harus mengeluarkan energinya yang cukup besar. Bila ketersediaan energinya kurang maka nukleon-nukleon yang ada di permukaan nukleus akan mudah meninggalkan posisinya. Bila hal ini terjadi maka susunan nukleon dalam nukleus akan berubah, artinya menjadi reaksi nuklir.
3. Model Kolektif Inti
Model kolektif nukleus merupaan hasil penggabungan antara model tetes cairan dan model kulit nukleus. Dalam model kolektif nukleus susunan nukleon-nukleon penyusun nukleus berlapis-lapis, akan tetapi bila nukleus menerima tambahan energi dari luar maka energi itu akan didistribusikan merata ke seluruh nukleon penyusun nukleus tersebut. Bila dampak dari penyerapan energi itu menyebabkan nukleus dari nuklida memberikan reaksi maka reaksi itu merupakan akumulasi dari reaksi yang diberikan oleh semua nukleon penyusun nukleusnya. (Retug, 2005)
2.6 Keradioaktifan
Nuklida radioaktif memiliki sifat dapat meluruhkan sebagian dari massa nuklidanya menjadi bentuk energi radiasi dan bentuk energi lain. Energy radiasi hasil peluruhan nuklida radioaktif antara lain berupa radiasi alfa, radiasi beta, dan radiasi gamma. Tedapat dua nuklida radioaktif, yaitu nuklida radioaktif alami dan nuklida radioaktif buatan. Nuklida radioaktif alami ada yang dapat digolongkan ke dalam nuklida-nuklida radioaktif berat yang mempunyai nomor nuklida (Z) > 83, dan nuklida radioaktif ringan yang mempunyai nomor nuklida < 83. Nuklida-nuklida radioaktif berat berdasarkan kemampuannya meluruh secara berkelanjutan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga deret radioaktif, yaitu deret isotop nuklida U-238, deret isotop nuklida U-235, dan deret isotop nuklida Th-232.
1. Hukum Pergeseran Radioaktif
Hasil pengamatan Fajans dan Soddy yang dilakukan pada tahun 1913 terhadap peluruhan isotop-isotop nuklida radioaltif yang memancarkan partikel alfa dan beta mendasari diangkatnya suatu hukum baru yang berkaitan dengan peristiwa yang dialami oleh nuklida-nuklida radioaktif, yang kemudian disebut Hukum pergeseran radioaktif. Hukum pergeseran radioaktif ada dua yaitu yang pertama bunyinya “Bila suatu isotop nuklida radioaktif induk meluruhkan partikel alfa dan menghsilkan isotop nuklida radioaktif anak, yang menyebabkan nomor massa (A) berkurang empat dan nomor nuklidanya (Z) berkurang dua. Bila dicantumkan dalam tabel periodik maka isotop nuklida radioaktif anak akan diletakkan pada posisi kedua di sebelah kiri isotop nuklida radioaktif induk”.
Hukum pergeseran radioaktif kedua berbunyi “Bila suatu isotop nuklida radioaktif induk memancarkan partikel beta, maka akan menghasilkan isotop nuklida radioaktif anak yang nomor massanya (A) sama dengan nomor massa isotop nuklida radioaktif induk, akan tetapi nomor nuklidanya (Z) menjadi bertambah satu. Bila dituliskan dalam tabel periodik maka isotop nuklida rasioaktif anak akan diletakkan pada posisi kesatu di sebelah kanan isotop nuklida radioaktif induk.
2. Kinetika Peluruhan Nuklida Radioaktif
Kinetika peluruhan nuklida radioaktif adalah kinetika reaksi order satu. Oleh karena itu digunakan persamaan dan hukum laju reaksi order satu. Salah satu cara untuk mengetahui bahwa suatu isotop nuklida itu bersifat radioaktif adalah dengan menetukan laju peluruhannya.
Pada tahun 1905, E. Von Schweidler mengemukakan pendapatnya bahwa peluruhan radioaktif dapat dinyatakan dengan teori kemungkinan, misal kemungkinan meluruhnya sebuah nuklida radioaktif hanya tergantung pada selang waktu tertentu. Jika kemungkinan terjadinya peluruhan dinyatakan dengan p, maka:
dimana L= tetapan peluruhan atau tetapan perbandingan, dan dt = selang waktu. Berdasarkan kemungkinan terjadinya peluruhan maka dapat dinyatakan pula kemungkinan tidak terjadi peluruhan dengan suatu persamaan:
Kemungkinan suatu nuklida radioaktif meluruh selama 2x selang waktu maka persamaannya dinyatakan sebagai (1 – L.dt)2. Untuk nx selang waktu maka persamaannya dinyatakan sebagai:
Oleh karena n.dt = jumlah selang waktu = jumlah keseluruhan waktu = t, maka persamaannya menjadi:
Bila jumlah nuklida radioaktif semula adalah No, dan nuklida radioaktif yang belum mengalami peluruhan setelaah waktu t adalah N, maka dari persamaan laju reaksi orde satu dapat diturunkan rumus:
dan persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk logaritme alam yaitu:
atau
dan waktu peluruhan t dapat dihitung dengan persamaan:
dan hubungan waktu paruh (t1/2) dengan konstanta laju peluruhan (L) dapat dinyatakan dengan persamaan t1/2 = (2,303/L) log (2/1) atau
Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan agar nuklida radioaktif meluruh separohnya.
3. Peluruhan Spontan
Spontanitas peluruhan dapat diketahui dari waktu paruh peluruhan dan energenik dari dua spesies nuklida sebelum peluruhan terjadi yang berwujud potensial coulomb (Vc). Besarnya potensial coulomb dinyatakan dengan persamaan berikut:
yang mana diketahui bahwa R = Ro.A1/3 dan R = A1/3 sehingga
dimana:
e = besar muatan
R = jari-jari nuklida
Ro = tetapan kebebasan dari A, harganya antara 1,1 x 10-13 cm s.d 1,6 x 10-13 cm
A = nomor atau volume massa
Z = nomor atom atau jumlah muatan nuklida
Bila nuklida radioaktif induk secara spontan meluruh menjadi dua spesies yang sama dalam nomor atom dan nomor massanya,
Parning. 2003. Kimia 1A. Jakarta : Penerbit Yudistira
Retug, Nyoman dan Kartowasono, Ngadiran. 2005. Radiokimia. Singaraja :Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA IKIP Negeri Singaraja.
Simamora, Maruli, dkk.2004. Kimia Dasar II. Singaraja : IKIP Negeri Singaraja
Triatmojo. 2006. Inti Atom. Diakses dari http://triatmojo.wordpress.com/2006/10/02/inti-atom/ tanggal 9 September 2009.
.