Selasa, 28 Juni 2011

Sedikit Berbelok

Wah, sepertinya blog ku ini akan menjadi tempat curhatku sementara. Ya, ga apa lah.. toh juga ini blog punyaku sendiri.Ga akan ada yang marah kalau aku menyampaikan keluh dan kesahku dalam tulisan. Yang penting, tidak merugikan orang lain. Baik yang membaca, melihat atau sekedar lewat.

Hari ini, aku sempat lupa hari apa. Maklum, sejak kepindahanku ke kamar yang baru, kalender yang biasanya kulihat dan kucoreti masih tertinggal di kamar yang lama. Maklum lah.. anak kos, jadi agak sedikit malas untuk merapikan kamar seperti dulu lagi. Namun, bukan itu yang menyebabkan aku lupa akan hari. Hal terpenting yang menjadi penyebab semua ini adalah berbeloknya arah penelitian yang selama ini aku rancang. Dari awalnya dengan tujuan benzo(a)pyrene, berubah menjadi agak ke fenolan.

Fenol.. atau dalam bahasa aslinya phenol. Entah apa itu, aku tidak tahu. Seakan sesuatu yang baru yang belum pernah menyentuh kehidupanku. Benar-benar baru dan sangat asing di telingaku. Walaupun sebenarnya dalam keseharianku baik selama perkuliahan maupun praktikum yang aku lakukan, aku sering bersinggungan dengan phenol ini.

Kata asing ini harus segera aku pelajari dengan seksama. Karena mau tidak mau dia juga yang menentukan hidupku kelak. Jangan sampai dia menghancurkan hidupku. Oh Tuhan, tolonglah hambamu ini. Kuatkanlah pundakku agar bisa menahan beban yang lebih banyak dan lebih berat dari sebelumnya. Aku ingin agar hidupku berguna bagi orang lain. Dan hal itu bisa aku lakukan lebih baik jika aku telah menyelesaikan penelitian yang selama ini aku sia-siakan. Tidak akan ada lagi keluh kesahku yang lain. Hari ini aku berjanji, akan selalu fokus akan tujuanku ini. Kumohon Engkau untuk selalu mengingatkanku. Amin....

Om Awignam Astu Namo Siddham....

Senin, 27 Juni 2011

Teman kecil yang bernama "S"

Aku punya teman kecil, namanya S. Dia orangnya ramah dan baik hati. Tidak pernah rewel untuk selalu diperhatikan. Tidak seperti teman-temanku yang lainnya, dia tidak pernah minta diajak jalan-jalan. Walaupun terkadang aku yang sering mengajaknya keluar kota. Hanya untuk menemani kesepianku terhadap rutinitas yang selama ini aku geluti.

Belakangan ini aku memang sempat menelantarkannya. Jarang berkunjung ke rumahnya di daerah L. Hal ini terjadi karena aku banyak mengambil kegiatan yang sebenarnya masih bisa aku tunda. Tapi entah mengapa, aku masih saja lebih suka mementingkan pekerjaan orang lain ketimbang diriku sendiri. Pengabdian, memang itulah yang menjadi tamengku selama ini. Dengan itu aku berharap agar kelak sesuatu yang lebih baik akan datang kepadaku tanpa harus menghabiskan tenaga dan uang yang banyak seperti halnya teman-temanku yang lain.

Namun sekarang aku akan selalu memperhatikannya. Tidak akan pernah lepas darinya, ya paling tidak untuk dua tiga bulan ke depan. Demi masa depan. Karena baru kini ku sadar kalau dia adalah penentu hidupku ke depan. Tidak semata hanya sebagai teman yang dapat kuingat dan kulupakan kapan saja aku mau, tapi dialah segalanya. S, maafkan kelalaianku selama ini. Aku janji deh,,, ga akan seperti dulu lagi. Kamulah segalanya... 

Rabu, 22 Juni 2011

Latar belakang skripsi, part I


By: agus wahyu
Pengasapan merupakan proses pengolahan bahan makanan yang seringkali digunakan pada pengolahan daging, ikan, dan bahan makanan lainnya. Pengasapan ini berfungsi selain menurunkan kadar air juga mengembangkan warna, cita rasa yang spesifik dan menghambat mikrobia. Proses pengasapan secara tradisional dengan menggunakan asap pembakaran secara langsung mempunyai beberapa kelemahan seperti kualitas yang kurang konsisten, kesulitan pengendalian prosesnya, terdepositnya ter pada bahan makanan sehingga membahayakan kesehatan. Pengasapan juga menyebabkan pencemaran lingkungan serta memungkinkan bahaya kebakaran (Amriah, 2006).
Kelemahan-kelemahan di atas dapat diatasi dengan mengembangkan proses pengasapan menggunakan asap cair, yaitu campuran larutan dari dispersi uap asap kayu dalam air (Amriah, 2006). Asap Cair atau lebih dikenal sebagai liquid smoke merupakan suatu cairan hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain (Nurhayati, 2000). Pembakaran bahan-bahan ini dilakukan melalui proses pirolisis. Pirolisis merupakan proses pengarangan dengan cara pembakaran tidak sempurna bahan-bahan yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Kebanyakan proses pirolisis menggunakan reaktor bertutup yang terbuat dari baja, sehingga bahan tidak terjadi kontak langsung dengan oksigen. Umumnya proses pirolisis berlangsung pada suhu diatas 300 oC dalam waktu 4-7 jam (Paris et al, 2005). Asap dari proses pirolisis inilah yang kemudian ditampung untuk selanjutnya menjadi asap cair.
Asap cair pada proses ini diperoleh dengan cara mengkondensasi asap yang dihasilkan melalui cerobong pirolisis. Proses kondensasi asap menjadi asap cair sangat bermanfaat bagi perlindungan pencemaran udara yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Selain itu, asap cair yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pengawet, antioksidan, desinfektan, ataupun sebagai biopeptisida (Nurhayati, 2000).
Bahan baku yang banyak digunakan untuk pembuatan asap cair adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu, sekam padi, tempurung kelapa dan lain-lain. Komposisi asap cair telah diteliti oleh Pettet dan Lane pada tahun 1940, dimana diperoleh hampir 1000 macam senyawa kimia. Beberapa jenis senyawa yang telah diidentifikasi yaitu 85 fenolik, 45 karbonil, 35 asam, 11 furan, 15 alkohol dan ester, 13 lakton, dan 21 hidrokarbon alifatik ( Girard, 1992). Menurut Maga (1987), komposisi asap cair dari bahan kayu terdiri atas 11-92% air, 0,2-2,9% fenolik, 2,8-4,5% asam organik, dan 2,6-4,6% karbonil. Sedangkan Bratzer et al (1996) menyatakan komponen utama asap cair dari kayu adalah 24,6% karbonil, 39,9% asam karboksilat, dan 15,7% fenolik.
 Saat ini, asap cair dari tempurung kelapa lebih banyak diminati oleh konsumen karena memberikan cita rasa yang khas pada awetan bahan makanan dari pada asap cair yang dihasilkan bahan baku lainnya (Darmadji, 1997). Asap cair dari tempurung kelapa mengandung berbagai senyawa yang terbentuk akibat terjadinya pirolisis tiga komponen utamanya yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap cair tempurung kelapa telah diidentifikasi (Darmadji, 1997). Asap cair tempurung kelapa memiliki kemampuan untuk mengawetkan makanan dengan cepat. Hal ini terjadi karena asap cair dari tempurung kelapa memiliki komponen aktif senyawa fenolat yang memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan bahan lainnya. Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan dengan aksi mencegah proses oksidasi senyawa protein dan lemak sehingga proses pemecahan senyawa tersebut tidak terjadi dan memperpanjang masa simpan produk yang diasapkan. Masa simpan dari produk asapan ditentukan dari jumlah komponen penyusun asap cair.
Komponen-komponen penyusun asap cair ditemukan dalam jumlah yang bervariasi, tergantung dari jenis bahan, umur tanaman, dan kondisi pertumbuhan tanaman seperti iklim dan tanah. Perbedaan komponen ini kemungkinan akan ditemukan pula pada asap cair yang dihasilkan oleh pembuat arang di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana-Bali. Para pembuat arang di Desa Yehembang telah melakukan pengembunan asap yang dihasilkan dari proses pembuatan arang batok kelapa maupun kayu dengan menggunakan alat sederhana (Tika, 2010) yang telah menghasilkan asap cair. Asap cair yang dihasilkan berwarna hitam pekat dan bercampur dengan tar. Setelah melewati proses destilasi, maka asap cair ini termasuk ke dalam golongan grade 3, yang harus ditreatmen lebih jauh jika ingin digunakan untuk pengawet makanan.
Asap cair grade 3 belum layak digunakan untuk pengawet makanan atau penambah cita rasa (flavours) karena bersifat toksik. Sifat toksik ini disebabkan oleh adanya kandungan senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) yang terbentuk selama proses pirolisis bahan pembuat asap cair. Salah satu senyawa HPA yang terbentuk adalah benzopyrene.
Benzopyrene adalah salah satu jenis HPA yang paling dihindari karena memiliki efek karsinogenik dan menyebabkan kanker (Yoshiaki, 2005). Benzopyrene juga telah dinyatakan sebagai senyawa karsinogenik untuk manusia dan binatang oleh IARC (International Agency for Research on Cancer) (IARC, 1983). Benzopyrene memiliki rumus molekul C20H12 dan berat molekul 252,3148. Senyawa ini memiliki titik didih 4950 C dan titik lebur 176,5o C sehingga berupa padatan pada suhu kamar. Benzopyrene tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzena dan sikloheksana (Daun, 1979). Kandungan benzopyrene yang diijinkan dalam produk makanan adalah sebesar 1 ppb (0,001 ppm) (IARC, 1983).
Untuk mengurangi kandungan senyawa benzopyrene, maka asap cair grade 3 harus dimurnikan terlebih dahulu. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memurnikan asap cair agar dapat digunakan sebagai pengawet makanan. Salah satunya yaitu dengan cara adsorpsi dengan menggunakan adsorben. Adsorpsi merupakan proses dimana zat yang akan diserap hanya menempel pada bagian permukaan zat penyerap. Adsorben yang banyak digunakan dewasa ini adalah zeolit aktif dan arang aktif.
Dengan cara ini, maka kandungan benzopyrene yang masih terikat dalam tar yang ada pada asap cair grade 3 diharapkan akan berkurang dan berada di bawah ambang batas sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk mengetahui apakah asap cair yang telah dihasilkan dapat digunakan sebagai pengawet makanan, maka perlu dilakukan identifikasi komponen asap cair. Komponen asap cair yang telah dimurnikan akan diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS.Mengingat pentingnya mengurangi senyawa berbahaya yang terdapat di dalam asap cair, maka perlu dilakukan penelitian mengenai uji pengaruh  penggunaan adsorben zeolit aktif serta arang aktif dalam proses pemisahan dan pemurnian senyawa berbahaya yang terkandung di dalam asap cair grade 3, sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan pengawet makanan.

Gula sebagai katalisator industri

Peneliti-peneliti dari Jepang berhasil menemukan bahwa gula dapat dipergunakan sebagai katalisator dalam proses produksi biodiesel. Hasil penelitian tersebut dipublikasikan dalam majalah ilmiah terkemuka Nature edisi 438 tanggal 10 November 2005. Dalam penelitian tersebut terlebih dahulu dilakukan pirolisa gula pada suhu di atas 300 derajat Celsius untuk membentuk struktur karbonasi yang tidak sempurna, kemudian ditambahkan gugus sulfonat, dan akhirnya terbentuk struktur lembar karbon polisiklis aromatik berisikan gugus sulfonat. Senyawa inilah yang dijadikan katalis dalam produksi biodiesel. Dengan penemuan ini produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi menjadi relatif lebih hemat biaya produksi.
Proses Transesterifikasi dan Produksi BiodieselProduksi biodiesel dari tumbuhan yang umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa asam atau basa. Asam mengkatalisis reaksi dengan mendonorkan proton yang dimilikinya kepada grup alkoksi sehingga lebih reaktif.Pada tanaman penghasil minyak, cukup banyak terkandung asam lemak. Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester dan gliserol, dengan penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan katalisator. Senyawa ester, pada tingkat (grade) tertentu inilah yang menjadi biodiesel. Dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari tumbuhan, biasanya digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator reaksi kimianya.Selain proses transesterifikasi, dalam produksi biodiesel juga melalui tahapan : pengempaan jaringan tanaman (misalnya biji) menghasilkan minyak mentah ; pemisahan (separator) fase ester dan gliserin ; serta pemurnian / pencucian senyawa ester untuk menghasilkan grade bahan bakar (biodiesel).
Skema sederhana produksi biodiesel melalui proses transesterifikasiGula, sebagai Katalisator Produksi Biodiesel, manfaat bagi IndonesiaMeskipun berbagai jenis bahan kimia dianggap cukup berhasil dipergunakan sebagai katalisator dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel, akan tetapi bahan-bahan seperti ini dianggap cukup mahal untuk dipergunakan dalam suatu proses produksi berskala besar. Di samping itu, limbah bahan-bahan kimia ini tentunya akan menjadi masalah lingkungan tersendiri.Penggunaan gula yang telah diubah bentuknya cukup prospektif untuk dipergunakan sebagai katalisator proses transesterifikasi ini. Gula sebagaimana kita ketahui, merupakan senyawa organik yang limbahnya dapat didaur ulang. Selain itu, gula dianggap relatif lebih murah untuk dipergunakan untuk sebuah proses produksi berskala besar, dibandingkan bahan kimia asam sulfat atau asam dan basa lainnya.Berita hasil penelitian ini tentunya cukup bermanfaat bagi Indonesia. Indonesia melalui koordinasi Menko Kesejahteraan Rakyat, saat ini sedang giat-giatnya mengkampanyekan pengembangan energi terbarukan 'biodiesel', terutama dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Salah satu BUMN yang cukup mendukung pengembangan biodiesel ini adalah PT. RNI (Rajawali Nusantara Indonesia). Sebagai badan usaha yang mempunyai bidang usaha utama (core business) pada manajemen pabrik gula nasional, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan efisiensi produksi biodiesel, yaitu dengan menggunakan gula sebagai katalisator produksinya.

sumber : http://iptb.blogspot.com/